Thursday, 7 March 2013

The Mist of Romantic Corner [ Part 3 ]


The Mist of Romantic Corner [ Part 3 ]


Berchtesgadener Land Forest

            Bulan bersinar cukup terang malam itu meski langit Berchtesgadener Land cukup berkabut karena cuaca dingin. Malam ini malam bulan purnama. Bulan tampak bulat penuh dikegelapan langit malam. Sejak penemuan mayat laki-laki tak dikenal di dekat Bad Reichenhall, Mo berpatroli hampir setiap malam di hutan-hutan disekitar Berchtesgadener Land. Mayat laki-laki itu bukan tewas karena diserang binatang buas, tapi karena serangan Moroi. Hanya Mo yang tahu hal itu dan dia menjaga agar tidak ada orang lain yang tahu atau akan terjadi kepanikan massal di Berchtesgadener Land.
            Mo tiba disebuah tanah lapang yang cukup besar dimana bulan dapat menyinari seluruh area itu. Dia berdiri lama disitu. Dia teringat sebuah mitos Jerman kuno tentang teori Lycan. Di mitos itu dikatakan, siapapun yang menghadapkan mukanya langsung kearah bulan purnama, maka ia akan menjadi Lycan. Mo bertanya-tanya apakah dulu kakek moyangnya melakukan hal itu sehingga kini keluarganya menanggung kutukan Lycan.
            Mo menengadahkan mukanya kearah bulan. Sinar bulan menerpa wajahnya dengan lembut. Dia memejamkan mata. Mendengarkan suara alam Berchtesgadener Land yang sangat ia kenal sejak kecil. Suara anginnya, gesekkan dedaunannnya, binatang-binatang malamnya. Semua melodi itu sungguh harmonis dan menyejukkan bagi Mo, tapi semua berubah sejak kedatangan para Moroi itu..
            Mo membuka mata, kemudian memandang kedua tangannya. Kuku-kukunya kini telah tumbuh sepanjang dua senti dan setajam pisau hingga hampir bisa merobek apa pun. Dua buah gigi taring pun telah tumbuh dipinggir2 mulutnya. Setiap malam bulan purnama, Mo akan mengalami hal itu. Dia tidak menjadi Lycan sepenuhnya seperti ayahnya dulu. Dia masih dalam sosok manusianya, dengan akal sehatnya tapi memiliki kekuatan dan kecepatan yang menyamai Lycan sepenuhnya.
            Mo memejamkan matanya lagi kemudian menarik napas dan menghembuskannya lagi. Dan kini matanya yang tadinya berwarna hitam berubah menjadi silver, senada dengan warna rambutnya. Dia bisa melihat cukup jelas di kegelapan malam sekarang.
            “AAAAAA!!!!” terdengar sebuah teriakan dari dalam hutan. Mungkin jaraknya beberapa kilometer dari tempat Mo berdiri,tapi Mo bisa mendengarnya cukup jelas. Mo langsung berlari kedalam hutan mencari sumber suara teriakan itu.

#####
            “AAAAAA!!!!” JMin berteriak ketika salah seorang pria berhasil menangkapnya saat ia berusaha melarikan diri dari mereka. Dia adalah seorang pelari yang cepat sebenarnya, selalu menempati posisi pertama bila ada perlombaan lari disekolah maupun dikampusnya. Tapi kecepatan mereka ternyata lebih baik dari JMin.
            “Lepaskan aku!” JMin meronta-ronta berusaha melepaskan diri. Kakinya menendang perut pria itu dengan keras, tapi tampaknya pria itu tidak merasakan sakit.Lalu pria itu menjatuhkan JMin ketanah dengan agak keras. JMin mengaduh. Kini kedua pria itu berdiri didepannya, memandangnya dengan tatapan aneh, seperti harimau yang sedang ingin memakan mangsanya.
            “Ayo kita habisi dia!” seru salah satu dari mereka. JMin berusaha menarik diri kebelakang ketika para pria itu mendekatinya perlahan-lahan dengan wajah menyeringai. JMin tidak tahu harus berbuat apa. Dia ingin berteriak tapi suaranya seperti tidak bisa keluar saking ketakutannya. Air matanya mulai menetes perlahan dari sudut-sudut matanya. Salah seorang dari pria itu mencekik leher JMin dengan kuat hingga tubuhnya terangkat dan terdesak ke sebuah batang pohon yang besar. JMin berusaha melepaskan pegangan pria itu dari lehernya,tapi pria itu mencengkram lehernya dengan sangat kuat.
            “Siapa mereka?” batin JMin yang terkejut dengan kekuatan dan kecepatan mereka yang melebihi manusia normal. Seorang manusia biasa tak mungkin sanggup mengangkat tubuh seseorang hanya dengan satu tangan, dengan cara mencekik leher pula. Itu tidak mungkin.
            “ Cepat lakukan, Damien!” seru pria yang mengangkat tubuh JMin kepada temannya. Damien pun bersiap. Dia mengarahkan tangan kanannya yang berkuku cukup panjang dan tajam kearah bawah dada JMin hendak menusuknya, tapi belum sempat ia melakukannya dirinya tiba-tiba roboh dengan sebuah kapak yang tertancap dipunggungnya.
            Temannya yang melihat itu terkejut kemudian melepaskan tangannya dari leher JMin. Tepat saat pria itu berbalik untuk mencari tahu penyerang Damien, seseorang meninju wajahnya dengan sangat keras hingga pria itu tersungkur. Pria itu langsung bangkit, disusul dengan Damien. Meski sebuah kapak menancap dipunggungnya, Damien masih mampu berdiri tegak. Dia tidak terlalu peduli dengan darah segar yang terus mengalir dari luka dipunggungnya karena ia tidak akan mati semudah itu.
            JMin masih terbatuk-batuk, berusaha mengatur napasnya. Wajahnya berubah pucat karena ia hampir kehabisan napas karena pria itu mencekiknya dengan kuat. Beruntung seseorang menolongnya tepat waktu. JMin melihat ke arah laki-laki yang menolongnya. Seorang pria berambut silver, tapi JMin tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas.
            “rrrrgggh~ Lycan!” seru Gregory-pria yang tadi mencekik JMin. Gregory menggeram. Dia menyeringai kearah pria berambut silver yang tadi menyelamatkan JMin. Secepat kilat, Gregory menyerang pria itu dengan kuku-kuku tangannya yang tajam. Dengan gesit pria itu menghindar, dan melompat kearah belakang Damien dan mencabut kapaknya. Damien meringis. Dia memandang marah ke arah pria itu kemudian menyerangnya.
            Ketiganya kini tengah bertarung sengit. Meski hanya seorang diri, tapi pria berambut silver itu mampu menandingi kekuatan dan kecepatan Gregory dan Damien.
            JMin memanfaatkan pertarungan mereka untuk melarikan diri darisitu. Dia mengumpulkan semua tenaganya lalu berlari meninggalkan mereka. JMin tidak tahu kemana dia harus pergi, yang ia pikirkan sekarang ia harus menghindari mereka secepatnya dan mencari pertolongan atau tempat persembunyian. Ketika dirasa sudah agak jauh JMin berhenti sejenak untuk mengambil napas.
            “ Tidak secepat itu, Miss” tiba-tiba Damien sudah berada dibelakangnya. Damien mendorong tubuh JMin dengan keras hingga tersungkur ditanah. Belum sempat JMin bangkit, Damien sudah berada didepannya dan mencengkram lehernya dengan kuat. Sekali lagi tubuh JMin terangkat,namun cengkraman Damien lebih kuat dari Gregory. JMin hampir kehabisan napas. Lehernya memerah dan mengeluarkan darah karena terkena kuku-kuku Damien. Pandangan JMin mulai buram, dia hampir yakin bahwa dirinya akan mati sebentar lagi. JMin pun tak sadarkan diri.
            “Baattttss!!” Mo mengarahkan kapaknya tepat keleher Damien. Kepala Damien pun langsung tertebas dan terlempar beberapa meter. Seketika itu pula, tubuh Damien terbakar hebat. Mo menendang tubuhnya hingga menjauhi gadis yang tadi ia cekik. Gadis itu sudah pingsan sebelum Mo datang.
            “ Mereka selalu merepotkan” keluh Mo sambil menenteng kepala Damien kemudian melemparkannya ke kobaran api yang membakar tubuhnya. Dia sudah lebih dulu menghabisi Gregory semudah saat ia tadi menghabisi Damien. Mo hampir tidak menemui kesulitan sama sekali bila harus berhadapan dengan Moroi. Dirinya jauh lebih kuat dan cepat daripada mereka.
Mo mengambil kapaknya kemudian beranjak pergi dari situ. Setelah beberapa langkah ia berhenti. “Oh ya~ aku lupa gadis itu” ujarnya. Dia pun berbalik dan menghampiri gadis itu. Gadis itu masih pingsan disana. Dia mengenakan kaos putih berlengan pendek yang cukup tipis diudara sedingin ini dengan paduan jeans hitam panjang yang sudah terlihat kotor karena peristiwa tadi.
            Mo memeriksa lehernya, terdapat bekas cengkraman tangan dan luka terkena sayatan kuku tajam Moroi itu. Mo juga memeriksa di sekeliling lengan gadis itu. Tidak ada bekas luka gigitan dimana pun. “Berarti dia bersih” gumamnya pelan.
Mo memandangi wajah gadis itu. Usianya mungkin beberapa tahun lebih muda dari Mo, dengan rambut coklat muda yang terurai hingga dada. “Hmm~  cantik, tapi aku belum pernah melihatnya di Berchtesgaden” kata Mo. Dia sudah tinggal di Berchtesgadener Land seumur hidupnya, dia hampir mengenal semua penduduknya. Tapi Mo belum pernah melihat gadis ini. “Mungkin ia hanya turis” katanya lagi. Mo tampak berpikir sejenak untuk memilih apakah ia akan meninggalkannya disitu atau membawanya pulang kepondoknya tapi kemudian dia pun mengangkat tubuh gadis itu dan menggendongnya didepan membawanya kepondoknya.

######

            Mo membaringkan gadis itu dikasur busanya yang cukup luas yang tergeletak begitu saja dilantai kayu kamarnya. Dia melepaskan sepatu boots gadis itu kemudian meraih kotak obat yang ada dilemari yang tak jauh dari kasurnya. Dia pun mulai membersihkan luka dileher gadis itu. Wajahnya cukup dekat dengan wajah gadis itu hingga Mo bisa mendengar napasnya yang teratur. Mo kembali memandangi wajah gadis itu, dia merasakan aura yang tidak biasa dari gadis itu.
            Ada sebuah gerakan dari gadis itu saat Mo membersihkan lukanya. Tak lama kemudian mata gadis itu mulai membuka dan terkejut saat melihat wajah Mo begitu dekat dengan wajahnya.
            “What are you doing???” gadis itu mendorong tubuh Mo kemudian menarik selimut dan menutupi tubuhnya. Dia menghela napas lega saat tahu ia masih berpakaian lengkap.
            “Hey! Ich will einfach nur, um die wunde zu reinigen!” Mo membela diri. Gadis itu masih menatap Mo curiga. Dia melihat Mo sedang memegang sebuah kapas dan alkohol yang mungkin akan digunakannya untuk membersihkan lukanya.
            “ Es tut mir leid” kata gadis itu sambil menunduk.
            “ Kau bukan orang Jerman ya?!” tanya Mo saat gadis itu menjawabnya dengan aksen Jerman yang kaku khas turis.
            “ Bukan” gadis itu menjawab pelan. Dia masih menarik selimutnya hingga leher.
            “ Ini. Bersihkan sendiri lukamu” Mo meyerahkan kapas dan alkoholnya pada gadis itu. Kemudian dia duduk agak menjauh dari gadis itu. Mo duduk didekat perapian. Dia duduk menghadap perapian kecil yang ada dikamarnya dan membelakangi gadis itu. Gadis itu mengedarkan pandangannya keseluruh ruangan kamar Mo. Kamar itu cukup luas untuk ukuran kamar tidur biasa. Di ruangan itu hanya terdapat sebuah kasur busa yang cukup besar untuk ditiduri dua orang yang diapit oleh dua meja kecil. Lalu ada sebuah lemari pakaian yang terletak didekat pintu.
            Didepan perapian mungil itu ada sebuah karpet besar dan beberapa bantal besar agar bisa menghangatkan diri disitu seperti yang dilakukan Mo saat ini. Gadis itu kemudian memandang Mo. Dia ingat dengan rambut silvernya. “Pria ini yang menyelamatkanku?” kata gadis itu dalam hati.
            “ Apa kau punya cermin?” gadis itu memberanikan diri bertanya pada Mo. Dia agak susah membersihkan luka dilehernya sendiri tanpa bantuan cermin.
            “Tidak” jawab Mo singkat.
            “ Aku tidak bisa membersihkannya tanpa cermin” ujar gadis itu malu-malu
            “Lalu?” sahut Mo cuek sambil menyodok-nyodok arang yang ada di perapian untuk membuat api lebih menyebar. Gadis itu mengerucutkan bibirnya melihat sikap Mo yang acuh padanya. Akhirnya gadis itu mencoba membersihkan lukanya tanpa menggunakan cermin. Mo memandang gadis itu “Mungkin seharusnya aku tinggalkan saja ia dihutan” batinnya. Akhirnya Mo bangkit mendekati gadis itu. Gadis itu kembali menarik selimutnya hingga leher ketika Mo mendekatinya
            “ Kau mau apa?” tanya gadis itu agak takut
            “ Sini kubersihkan lukamu” Mo mengambil kapas dan alkohol dari tangan gadis itu. Dia menuangkan beberapa tetes alkohol ke kapas kemudian mengusapnya pelan ke luka di leher gadis itu. Gadis itu meringis pelan karena perih. Tapi kemudian gadis itu menghempaskan tangan Mo dari lehernya.
            “ Kau salah satu dari mereka!” seru gadis itu ketika melihat kuku Mo yang persis seperti kedua pria yang menyerang.
            “ Enak saja! Apa aku terlihat seperti mereka?” bentak Mo
            “ Iya! Tanganmu! Dan kau juga punya taring seperti mereka!” gadis itu balas membentak Mo.
            “Jangan mendekat!” gadis itu mengambil gunting kecil yang ada dikotak obat kemudian mengarahkannya pada Mo. Tangan gadis itu terlihat agak gemetar.
            “ Terserahlah!” bentak Mo lagi. Dia meletakkan kembali kapas dan alkohol kekasur sambil melotot kearah gadis itu. Dia pun kembali menuju kedekat perapian, mengatur bantal-bantalnya kemudian membaringkan diri.
            JMin memandang kearah pria itu. Pria itu kini berbaring didekat perapian. “ Dia seperti mereka” katanya dalam hati. Dia tetap menggenggam guntingnya dan berpikir untuk melarikan diri dari situ. “ Tapi kenapa ia menyelamatkanku?” kata JMin lagi dan berpikir kembali untuk kabur dari pondok itu sementara diluar sedang hujan deras. Udara menjadi semakin dingin, JMin kembali menarik selimutnya. Jaketnya hilang entah dimana saat ia berusaha melarikan diri dari kedua pria yang menyerangnya tadi.  Dia mengambil kapas dan alkohol kemudian berjalan mendekati pria itu.
            “ Maafkan aku” kata JMin dengan nada bersalah. Dia kemudian duduk didekat pria itu. Pria itu masih memandang kearah perapian
            “ Ya” jawab pria itu acuh
            “ Please~” pinta JMin sambil mengulurkan kapas dan alkoholnya kearah pria itu. Pria itu memandang JMin sejenak. Kilatan api di perapian terpantul jelas dimatanya yang berwarna silver. JMin sempat terkesima sesaat melihat mata pria itu. Pria itu kemudian bangkit dan mengambil kapas dan alkohol dari JMin. Dia mendekat kearah JMin kemudian mengusap pelan luka dileher JMin dengan hati-hati agar kukunya yang panjang tidak mengenai leher JMin
            “Awww~ pelan2!” JMin meringis karena merasakan perih dilukanya.
            “Makanya kau jangan bergerak” Pria itu mengangkat dagu JMin dengan perlahan. JMin kini bisa melihat dengan jelas kuku-kuku tajam pria itu saat tangannya memegangi pipi JMin. Wajah mereka kini sangat berdekatan hingga JMin bisa merasakan hembusan napas pria itu dilehernya.
            “Kau tahu, kuku mereka juga beracun sepertinya” ujar Mo saat ia merekatkan plester dibeberapa luka di leher JMin
            “ Apa?” JMin tersentak kaget
            “ Kalau mereka sampai menggigitmu, kau bisa mati, atau yang terburuk menjadi seperti mereka” Mo melanjutkan. JMin bergidik. Dia bersyukur tidak sampai tergigit oleh mereka. Kini ia mulai sadar siapa sebenarnya kedua pria yang menyerangnya. Mereka adalah vampir dan mungkin pria yang ada didepannya kini juga seorang vampir. Biasanya JMin hanya tahu vampir dari film atau novel tapi malam ini ia mengalaminya sendiri.
            “ Itu yang terjadi? Mereka menggigitmu?” JMin bertanya.
“ Aku bukan seperti mereka!” bentak Mo lagi
            “ Lalu kau ini apa?” balas JMin
            “ Aku.. ah sudahlah!” Mo enggan menjawab pertanyaan JMin. Selama ini hanya Ebert yang tahu tentang perubahan fisiknya saat bulan purnama dan rahasia tentang dirinya yang seorang Lycan. Mo tidak ingin orang lain tahu tentang dirinya yang sebenarnya tapi kenyataannya kini gadis itu melihat dirinya saat berubah menjadi setengah Lycan.
            “ Kau tidak akan membunuhku kan?!” tanya  JMin. Entah apa yang ada dipikirannya sekarang, pertanyaannya meluncur begitu saja dari mulutnya. Kini dia tidak tahu harus berbuat apa. Dia ingin melarikan diri dari pondok pria itu, tapi diluar sedang hujan deras dan JMin sama sekali tidak tahu arah jalan pulang sementara ia berada ditengah-tengah hutan belantara dimalam hari bersama seorang pria asing yang aneh. Dia hanya berharap dalam hati semoga pria ini tidak berbuat macam2 dengannya atau bahkan membunuhnya.
            “ Hey! Kau tidak akan membunuhku kan?!” JMin mengulang pertanyaannya lagi. Dia agak kesal pria itu mengacuhkannya
            “ Iya” jawab Mo singkat
            “ Iya apa?” tanya JMin lagi
            “ Iya aku tidak akan membunuhmu” jawab Mo
            “ Kau janji?” JMin bertanya lagi
            “ Iya”
            “ Iya apa?”
            “ Iya aku janji”
            “ Janji apa?”
            “ Astaga! Kau ini apa-apaan?!” Mo mulai kesal dengan gadis itu.  Dia mendelik kearah gadis itu
            “ Janji apa?” JMin bertanya lagi, tidak mengindahkan delikan Mo.
            “ Iya aku janji tidak akan membunuhmu! Puas?” kata Mo agak keras. Dia sudah benar-benar kesal karena JMin terus mengulang pertanyaannya.
            “Nah begitu dong! Janji itu harus diucapkan dengan jelas agar bisa dipertanggungjawabkan di kemudian hari, jadi kalau terjadi sesuatu yang…”  belum sempat JMin menyelesaikan kalimatnya, tiba-tiba mulut Mo membekap mulutnya. JMin bisa merasakan taring-taring Mo menyentuh bibirnya
            “ Kalau kau masih tidak bisa diam, aku akan melakukan lebih dari itu” kata Mo setelah ia melepaskan bibirnya dari bibir JMin. Pria itu kemudian bangkit dan beranjak ke kasur dan berbaring disana. Meninggalkan JMin yang masih terdiam karena peristiwa tadi
            “What the hell is he doing?” serunya dalam hati. JMin benar-benar kaget saat Mo tiba-tiba saja menciumnya. Dia tidak pernah berciuman dengan seorang pria sebelumnya, setidaknya dengan pria asing yang baru ia kenal dalam semalam. JMin begitu kesal, ingin rasanya dia memukul pria itu karena telah lancang menciumnya.
              Apa yang kulakukan? Kenapa malah menciumnya?” batin Mo saat berbaring dikasur dan memunggungi gadis itu. Entah kenapa saat gadis itu berada didekatnya, Mo merasakan getaran yang sangat aneh yang menjalar disekujur tubuhnya. Itulah kenapa dia tadi berpikir sejenak untuk membawanya ke pondoknya atau membiarkannya dihutan. Dia takut bila gadis itu berada didekatnya, dia malah akan menyakiti gadis itu.
#####
Keesokan paginya
            JMin terbangun ketika angin lembut menerpa wajahnya. Dia membuka matanya perlahan. Api di perapian sudah padam. Cahaya matahari masuk dengan lembut melalui jendela yang terbuka dikamar itu. JMin bangkit dan memandang kearah kasur dimana Mo tidur semalam. Mo tidak ada disana, dan kasur itu telah rapi. JMin beranjak menuju pintu. Ternyata pondok itu terdiri dari dua lantai dan kamar itu terletak dilantai dua. JMin menuruni tangga dengan hati-hati, takut kalau-kalau pria itu menyerangnya.
            Lantai dasar pondok itu lebih besar dari ruangan kamar dilantai dua. JMin masuk kedapur, perutnya agak lapar karena semalam tidak sempat makan malam karena ia tersesat dihutan, kemudian dia diserang dua orang vampir yang haus darah dan diselamatkan oleh seorang pria aneh. JMin sedikit berharap ada makanan didapur itu.
            “ Aku tidak punya makanan” suara Mo mengejutkan JMin saat pria itu masuk kedapur.
            “ Ini” Mo melemparkan sebuah apel kepada JMin. Dia agak terkejut saat JMin dengan sigap menangkap apel itu. JMin agak ragu untuk menggigit apel itu.
            “ Tenang saja, itu tidak beracun” kata Mo cuek. Tapi JMin masih terlihat ragu untuk memakannya.
            “ Astaga~” Mo berjalan kearah JMin merebut apel itu dan menggigitnya
            “ Kenapa kau menggigitnya?” ujar JMin kesal karena Mo menggigit apelnya
            “ Untuk menunjukkan padamu kalau itu tidak beracun” balas Mo
            “ Aku tidak berpikir ini beracun” sahut JMin
            “ Kau.. ah sudahlah!” Mo meninggalkan JMin yang masih terlihat kesal karena apelnya dimakan.
            “ Menyebalkan. Mestinya kutinggalkan saja dia hutan semalam” Mo menggerutu pelan saat ia naik kekamarnya. JMin akhirnya tetap memakan apel itu sampai habis. Ia tidak punya pilihan lain, setidaknya apel itu bisa mengganjal perutnya yang lapar. JMin keluar dari pondok melalui pintu yang berada didapur. Udara masih cukup dingin, rerumputan dan pepohonan masih terlihat basah karena hujan semalam. JMin menghirup udara pagi hutan Berchtesgaden yang masih sangat bersih. Dia tadinya benar-benar senang berada Berchtesgaden karena pemandangannya yang menakjubkan. Namun, setelah serangan vampir semalam, JMin berpikir dua kali untuk mengunjungi Berchtesgaden lagi nantinya.
            JMin ingin sekali kembali ke kota secepatnya, tapi kini ia berada ditengah-tengah hutan dan tak tahu arah menuju kota Ramsau bei Berchtesgaden.
            “ Kau menginap dimana? “  JMin tersentak saat Mo datang dari arah belakangnya. Pria itu kini memakai long coat panjang yang cukup tebal. Dia membawa sebuah sweater hitam kemudian menyerahkannya pada JMin.
            “ Ramsau bei Berchtesgaden “ jawab JMin pelan dan mengenakan sweater itu. Sweater tampak kebesaran saat dipakainya sehingga JMin menggulung lengannya beberapa kali.
            “ Ayo!” Mo mengisyaratkan JMin untuk mengikutinya. Dia berjalan menuju hutan
            “Mau kemana?” tanya JMin sambil menyusul Mo
            “ Kau mau pulang tidak?”
            “ Eh! Kau mau mengantarku pulang?” JMin senang karena akhirnya Mo mau mengantarnya pulang.
            “ Tidak. Aku akan menunjukkan jalan ke Ramsau bei” sahut Mo cuek sambil terus berjalan. JMin mengikutinya dibelakang. Dia tertawa kecil karena senang akhirnya bisa kembali kehotel. JMin menarik kata-katanya sendiri bahwa Mo adalah seorang vampir karena saat ini Mo berjalan santai dibawah sinar matahari pagi. “Dia tegap sekali” batin JMin saat berjalan dibelakang Mo. JMin tersenyum melihat punggung Mo. Punggung itulah yang melindungi dirinya semalam dan kini menuntunnya pulang.
            Mo berjalan dengan langkah pasti saat menyusuri hutan Berchtesgaden seperti hutan itu adalah halaman belakang rumahnya. JMin menjejeri langkahnya, gadis itu terlihat agak lelah karena Mo berjalan cepat.
            “ Hei, kita belum berkenalan. Aku JMin” JMin mengulurkan tangannya tapi Mo tidak mengindahkannya dan malah berjalan lebih cepat.
            “ sombong sekali” JMin menggerutu
            “ Mo” jawab Mo agak keras karena mendengar JMin menggerutu
            “Eh~ Apa?”
            “ Namaku Mo”
            “Ohh~ Mooo~” JMin mengucapkan nama Mo dengan nada panjang. Mo berbalik, kemudian melotot kearah JMin. JMin tertawa kecil. “ Nama yang lucu untuk seorang laki-laki aneh seperti dia” kata JMin dalam hati.
            “ Itu jalan menuju Ramsau bei” ujar Mo saat ia berhenti didepan dua kelokan jalan kecil. JMin maju beberapa langkah melewati Mo. JMin sudah bisa melihat atap-atap rumah di Ramsau bei dari tempat ia berdiri sekarang
            “ Kau tidak pergi bersama…” JMin berbalik dan mendapati Mo sudah tidak berada dibelakangnya.
            “ Kemana dia? Kenapa cepat sekali perginya?” JMin menengok kesegala arah, tapi sosok Mo tidak ada dimanapun
            “ Jangan-jangan dia hantu??!!” JMin bergidik. Kemudian melangkah cepat kearah kota Ramsau bei Berchtesgaden.
[ to be continued ]

by @hiki0717
Glosarium
1.      Ich will einfach nur, um die wunde zu reinigen : I just want to clean the wound
2.      Es tut mir leid : I’m sorry

No comments:

Post a Comment