Friday, 1 March 2013

The Mist of Romantic Corner [ Part 1 ]



The Mist of Romantic Corner [ Part 1 ]


Hello, this is my 1st FF yang bersetting di Eropa tapi tetap berasa Korea XD So, ada sedikit penyesuaian tentang nama tokoh2nya ya ;) untuk di part ini, inilah penyesuaiannya :
1.      Jessamine Shaw aka JMin : Oh Jimin
2.      Mortimer Jung                   : Jung Mo Kim ( TRAX )
3.      Jay                                     : Jay Kim ( TRAX )
4.      Reus (dibaca: Ros)            : Rose ( No Min Woo )
P.S : Gak hanya di Korea, surname Jung juga cukup banyak dipake orang Jerman XD #fakta. Okay, just enjoy reading and please comment ;) Thanks anyway ;)


Edinburgh, menjelang tengah malam.

            “ Well. I should go home now “ kata JMin saat ia melirik arlojinya. Pukul 11 malam. JMin mengedarkan pandangannya keseluruh ruangan. Hanya tinggal ia yang berada diruangan itu. Rupanya ia terlalu larut dalam pekerjaannya hingga tak memperhatikan bahwa rekan-rekan kerjanya telah pulang. Ponselnya berdering. Sebuah pesan masuk diterima
            “ Kau sudah pulang? Jangan terlalu memaksakan diri. Masih ada hari esok.Cepatlah pulang!” singkat,padat dan jelas begitulah gaya Jessica-sahabat sekaligus rekan kerjanya- Jessica selalu mengingatkannya ini itu. Seakan JMin adalah seorang pelupa.
            “ okay, grandma” balas JMin. JMin selalu memanggil Jessica dengan sebutan grandma karena sikapnya seperti nenek2 yang selalu cerewet. JMin tersenyum kecil. Setidaknya dia memiliki seseorang yang memperhatikannya di Edinburgh dimana dia harus jauh dari orangtuanya yang tinggal di Derbyshire, Inggris.
JMin mengemasi barang-barangnya lantas mematikan lampu dimeja kerjanya dan beranjak keluar ruangan. Dia menyapa petugas keamanan yang sedang berjaga saat ia melewati lobby kantornya. Meski ada bus, tapi JMin lebih suka berjalan kaki saat pulang karena jarak kantor dan apartemennya tidak begitu jauh. Udaranya menjadi semakin dingin di Cowgate saat malam. JMin merapatkan mantelnya dan memasukkan kedua tangannya kedalam saku.

Hembusan angin yang cukup pelan melewati tubuhnya, JMin menoleh kebelakang. Tidak ada siapa2. Tapi dia yakin ada seseorang yang mengikutinya. Dia punya insting yang cukup baik soal itu. Bakatnya sejak lahir dan JMin sangat bersyukur karenanya. Beberapa kali instingnya menolongnya saat dirinya terdesak.
JMin mempercepat langkahnya saat lewat di area Edinburgh Vaults. Meski ia bukan penakut, tapi kisah horor tentang Burke dan Hare yang sangat terkenal di Edinburgh Vaults cukup membuatnya bergidik malam itu. Terlebih lagi dia melewatinya saat menjelang tengah malam dan jalanan dalam keadaan sepi.
            JMin memasuki terowongan di Cowgate arch dan seketika itu pula JMin merinding. Memang ada orang yang mengikutinya. Suasana disekitar Cowgate  lumayan suram dan sepi terlebih lagi suasana didalam terowongan agak gelap membuatnya susah melihat. JMin menoleh kebelakang lagi untuk memastikan. Benar-benar tidak ada orang. JMin berbalik lagi kemudian..
            “Ah! Oh My God!” seru JMin saat seorang pria asing sudah berada didepannya saat ia berbalik. JMin terkejut bukan main. Pria itu memandang JMin tanpa ekspresi. JMin bergidik takut. Dia bisa saja menendang pria itu dengan salah satu jurus taekwondonya. Tapi pria itu terlihat tidak akan menyakitinya. Dan JMin merasakan aura aneh disekitar pria itu
            “ Sebaiknya jauhi tempat gelap, Miss” kata pria itu dengan nada berat sambil menatap lurus kearah JMin. Logatnya agak aneh untuk orang Edinburgh bahkan untuk orang Inggris sekalipun. JMin terdiam sesaat.
            “Baiklah” jawab JMin singkat. Entah apa yang dipikirkan JMin. Jawabannya meluncur begitu saja dari mulutnya. Pria itu tersenyum. JMin ikut tersenyum seakan terhipnotis. Bukan kebiasaannya sebenarnya tersenyum begitu saja pada orang asing yang aneh tapi JMin merasa pernah bertemu dengan orang itu.
            Pria itu bergeser sedikit untuk memberi jalan pada JMin. Dengan cepat JMin pun berjalan melewati pria itu. Setelah beberapa langkah, JMin menoleh kearah mulut terowongan tempat ia bertemu dengan pria itu dan pria itu telah menghilang.


######

Berchtesgaden, 18 tahun yang lalu.

            Saat  itu sudah lewat tengah malam ketika Mo kecil keluar dari kamarnya sambil mengendap-endap. Mo mendengar sesuatu dihutan, meski masih berusia 10 tahun, Mo cukup punya keberanian berjalan kehutan disekitar rumahnya sendirian pada malam hari. Orangtuanya selalu mengajak berjalan-jalan dihutan sejak kecil. Bagi keluarga Jung, hutan adalah rumah kedua mereka. Semua generasi Jung sangat mengenal hutan-hutan di Berchtesgadener Land.
            Dengan masih mengenakan piyama, Mo mengendap-endap keluar rumahnya melalui pintu belakang yang kuncinya sudah terlebih dulu dia ambil diam-diam dari Ebert-kepala pelayan dirumah mereka. “Raaaawrrrr!” Mo mendengar suara itu. Suara erangan seekor mahluk. Seperti suara serigala tapi suaranya terdengar kesakitan. Mo mempercepat langkahnya.
            Ditempat lain, Elena Jung juga terbangun saat mendengar suara itu. Dia bangkit kearah jendela dan melihat putranya sedang berlari ke arah hutan.
            “ Mortimer!!!” panggilnya. Tapi Mo tentu saja tidak mendengarnya. Elena langsung keluar kamar dengan panik dan mengejar putranya. Ibu dan anak itu masuk ke kegelapan hutan Berchtesgaden tanpa seorang pun yang tahu.
            “ Mortimer!!!” panggil Elena lagi saat ia sudah berada dihutan. Keadaan hutan tidak begitu gelap karena sayup-sayup sinar bulan purnama menerangi hutan. Berbagai suara binatang malam serta desiran angin yang bergesekkan dengan ranting pohon membuat suana hutan terasa menegangkan. Tapi Elena tidak peduli hal itu. Dia lebih mengkhawatirkan putra kecilnya yang entah ada di bagian mana hutan itu.
            “ Mortimer!!!” Elena kembali memanggil putranya. Namun hanya suara angin yang terdengar. Elena mendengar sesuatu bergerak kearahnya dari belakang. Dia berbalik,tapi kemudian.. “Raaawwwr!!” Seekor mahluk sebesar dirinya menyerangnya.
            “Aaaa!!” Elena pun jatuh tersungkur. Mahluk itu berusaha menggigitnya dengan taring yang seperti serigala. Kuku-kuku mahluk itu telah berhasil mengoyak jubah tidur Elena dan melukai bahu wanita itu. Elena berusaha melawan dengan memegang moncong mahluk itu agar dia tidak digigit. Namun mahluk itu jauh lebih kuat dari Elena.
            “ Mom!!!!!” Mo datang dari arah kanan. Dia tidak percaya apa yang sedang dilihatnya sekarang. Seekor mahluk yang menyerupai manusia tapi memiliki moncong,taring dan kuku-kuku seperti serigala tengah menyerang ibunya.
            “ Lari Mo!!!!” perintah ibunya. Mahluk itu berpaling menatap Mo. Dia menatap Mo dengan mata hijau lapar. Mo merasa detik itu juga mahluk itu akan menyerangnya. Tapi Mo sama sekali tidak punya kekuatan untuk lari. Dia tidak ingin lari dan meninggalkan ibunya.
            “ Lari Mo!!!” seru ibunya lagi. Namun naas, mahluk itu mencabik dada ibunya kemudian menggigit leher ibunya.
            “Mom!!!” seru Mo. Dia jatuh terkulai lemas menyaksikan ibunya dibunuh dengan tragis didepan matanya. Air matanya mulai jatuh. Dia benar-benar katakutan sekarang. Mahluk itu masih mengoyak2 tubuh ibunya. Dia ingin melawannya, tapi ketakutan mengalahkannya. Dia bahkan tidak bisa berteriak. Setelah selesai, mahluk itu kembali berpaling kearahnya. Mo mundur perlahan, mengikuti gerakan mahluk itu yang semakin mendekat kearahnya. Mo berhenti saat tubuhnya terdesak kesebuah batang pohon oak besar. Kini dia terjebak. Tidak bisa kemana2 lagi. Mahluk itu masih menatapnya dengan tatapan lapar. Kini jarak mereka hanya tinggal beberapa sentimeter. Mo memejamkan matanya. Jantungnya berdebar sangat kencang. Air matanya mengalir lebih deras. Dia sangat ketakutan. Dia berpikir dia akan mati tak lama lagi.
            “ Jauhi dia!” seru seseorang sambil memegang bahu mahluk itu dan melempar kebelakang. Mo membuka mata. Seorang pria  yang memakai jubah hitam tengah berdiri didepannya. Menyelamatkan dia dari mahluk itu. Mahluk itu bangkit dan menyerang laki-laki itu. Tapi secepat kilat, pria  itu menghindar. Keduanya pun terlibat perkelahian yang cukup sengit.
            “ Kau baik-baik saja? “ kemudian seorang pria  lain berjubah putih muncul dari belakang. Mo hanya mengangguk. Pria itu tersenyum menunjukkan giginya. Mo tersentak. Ada dua gigi taring disela-sela giginya. “Siapa orang ini?” pikir Mo
            “ Hei! Bantu aku! “ pria berjubah hitam tadi berseru meminta tolong. Pria berjubah putih itu pun bergegas menolong temannya. Mo memperhatikan pertarungan mereka. Jelas sekali kedua pria  itu cukup kewalahan menghadapi mahluk serigala itu. Meski mempunyai kecepatan yang sama, tapi kekuatan mahluk itu cukup merepotkan mereka. Beberapa kali keduanya jatuh tersungkur.
            “ Battss!!” sebuah belati perak melayang kearah mahluk itu dari belakang. “Aaarrrggh!!” mahluk itu meringis kesakitan dan berbalik untuk melihat penyerangnya. Seorang pria  lain yang  memakai jubah biru tua berdiri tak jauh dari tempat mahluk itu.
            “ Sekarang!”  seru pria  berjubah  biru. Kedua pria yang tadi berduel sengit dengan mahluk serigala itu bangkit dan menjatuhkan mahluk itu. Pria  berjubah hitam mengoyak dada mahluk itu dengan cakarnya yang tajam kemudian mengambil jantung mahluk itu hanya dengan tangan kanannya. Darah segar mengucur deras. Seketika itu pula mahluk itu jatuh tersungkur didepan Mo dan tewas. Sesuatu yang aneh terjadi. Mahluk itu mulai berubah. Taringnya mulai hilang diikuti kuku-kuku tajamnya,bulu-bulu lebat yang menutupi seluruh tubuhnya, dan yang terakhir moncongnya.
            “D-dd-daad!” seru Mo tak percaya. Ternyata mahluk yang membunuh ibunya dan hampir menyerangnya itu adalah ayahnya sendiri.
            “ Dad!!!” serunya lagi kemudian menangis. Ketiga pria  itu memandang kasihan kearah Mo.
            “ Apa kita harus membunuhnya juga?” pria berjubah putih berkata enteng seakan nyawa Mo tidak ada harganya. “Dia akan menjadi seperti ayahnya kan?!’ lanjut pria itu
            “ Tapi dia masih kecil “ sergah pria berjubah hitam. Mo kini terdiam memandang kearah ketiga pria yang tadi baru saja menyelamatkannya tapi kini malah berdebat untuk memutuskan akan membunuhnya atau tidak.
            “ Dia tidak akan dibunuh “ Pria berjubah biru tua melerai. Dia kemudian membungkuk dan menatap Mo. Wajah mereka berdekatan tapi Mo sama sekali tidak mendengar hembusan napasnya. Wajah pria itu pun sangat pucat dengan bola mata berwarna ungu terang. Mo mengalihkan pandangannya kearah dua pria lain. Wajah mereka pun sangat pucat kontras dengan warna bola mata mereka yang berwarna ungu terang.
            “ Apa kau ingin menjadi seperti ayahmu?” tanya pria berjubah biru. Mo memandangnya sejenak kemudian menggeleng.
            “Tapi kau akan tetap menjadi seperti ayahmu” kata pria itu lagi.
            “ Kenapa? Kenapa ayah bisa seperti itu?”
            “ Kau tidak ingin menjadi seperti dia kan?!” pria berjubah biru bertanya lagi.
            “Tentu saja tidak!” kali ini Mo menjawab lantang. Sejak kecil ayahnya selalu mengajarkannya untuk menolong orang lain. Mo sangat kecewa sebenarnya ketika mendapati ayahnya malah membunuh ibunya dan hendak membunuhnya.
            “Bagus!” pria itu tersenyum. Kemudian dia merogoh saku dalam jubahnya dan mengeluarkan sebuah botol beling kecil yang mirip dengan botol yang biasa digunakan Mo saat kelas kimia di lab. Botol itu berisi cairan berwarna merah pekat seperti darah. Pria itu kemudian menyerahkannya pada Mo.
            “ Apa ini?” Mo mengambilnya agak ragu.
            “ Sesuatu yang bisa menahanmu agar tidak berubah seperti ayahmu” jawab pria berjubah itu dengan mantap.
            “ Es lo que realmente quieres darle a el?” tanya pria berjubah hitam dengan agak terkejut.
            “ Si.” Jawab pria berjubah biru
            “Yeah! Ich mochte das ergebnis zu sehen!” sahut  pria berjubah putih dengan girang.
Tanpa pikir panjang Mo membuka penutup botol itu dan menengguknya hingga habis.
            “ Huuk! Rasanya seperti darah “ ujar Mo. Kental dan baunya menyerupai darah.
            “ Memang darah”
            “Haaa??!!”  Mo terkejut. Jadi tadi yang barusan dia minum memang benar-benar darah. Mo berusaha  memuntahkannya tapi terlambat. Darah itu sudah sampai ke tenggorokan Mo dan kini bergerak keparu2nya. Seketika itu pula panas menjalar menyerang tubuhnya. Seakan darahnya mendidih dan bergejolak hebat berduel dengan darah yang baru ia minum. Seperti air dan minyak. Darah Mo dan darah itu tidak mau bersatu. Mo pun ambruk. Tubuhnya menggeliat-liat.”Aaarggh!!!” dia meringis kesakitan. Jantungnya berdetak kencang. Rasanya seperti jantungnya mau lepas dari tubuhnya. Tubuhnya menggeliat karena panas yang menjalar ditubuhnya.
            “Arrghh!” Mo berteriak lagi tapi ketiga pria itu malah membiarkannya kesakitan.
            “ Apa dia akan baik2 saja?” kata pria berjubah hitam
            “ Kita lihat saja nanti. Kalau dia tidak kuat, dia akan mati”
            “Aaaaarrrggghhh!” sekali lagi Mo berteriak. Sebuah teriakan panjang lalu ia pun tak sadarkan diri. Jantungnya berhenti berdetak.
            “Eh? Dia mati?” ujar  pria berjubah putih lalu beranjak mendekati Mo diikuti pria berjubah hitam.
            “ Tidak. Jantungnya masih berdetak meski lemah” kata pria berjubah biru. “Ayo kita pergi. Sebentar lagi akan ada orang yang menemukannya” pria berjubah biru melanjutkan. Ketiganya pun pergi meninggalkan Mo yang pingsan.

#####


Berchtesgaden, saat ini. Keesokan paginya

            Mo terbangun dari tidurnya dengan napas  terengah-engah. Dia mimpi buruk. Lagi. Mimpi tentang peristiwa 18 tahun lalu. Tentang kematian orangtuanya yang mengenaskan. Peristiwa yang ingin ia lupakan karena terlalu menyakitkan. Mo mengurut-ngurut keningnya. Sudah dua hari terakhir ini dia menderita migrain parah. Entah karena stress atau kurang tidur.
            Mo bangkit dari tempat tidur, meraih jas piyamanya yang tergeletak disofa tak jauh dari tempat tidurnya lantas mengenakannya. Mo melirik ke arah jam besar dikoridor menuju tangga saat ia melewatinya. Pukul 5 pagi. Masih sangat pagi dan tak biasanya Mo bangun sepagi ini. Kediaman keluarga Jung hampir menyerupai kastil kuno Jerman tapi lebih kecil yang dikelilingi banyak pohon pinus yang rindang.
            Lokasinya agak jauh dari pusat kota dan lebih dekat kearah hutan dan perbatasan Salszburg. Jalanan menuju rumah dikelilingi oleh pohon-pohon pinus yang rindang sehingga terlihat teduh dan agak gelap meski disiang hari. Rumah bercat putih itu cukup besar dengan halaman yang sangat luas. Ada sebuah air mancur yang berukuran besar dihalaman depan rumah.
            Dibelakang rumah terdapat sebuah peternakan kecil serta kebun sayuran yang luas. Keluarga Jung sudah cukup lama tinggal di Berchtesgaden dan cukup dihormati serta berpengaruh. Kakek Mo dulunya adalah salah satu anggota dewan kota yang cukup disegani. Sejak kematian orangtuanya, Mo menjadi satu-satunya anggota keluarga Jung yang masih hidup.
            “ Guten morgen. Anda bangun pagi sekali,Tuan” sapa Ebert saat Mo masuk kedapur. Pagi itu, Ebert sudah bersiap mengatur semua kegiatan dirumah selama seharian penuh. Ebert adalah kepala pelayan keluarga Jung sejak kakeknya masih muda. Pria berusia sekitar 50 tahunan, sudah dianggap keluarga oleh kakeknya Mo.
            “ Guten morgen, Ebert. Yah~ begitulah” sahut Mo sambil tersenyum lantas mengambil segelas susu segar yang baru dituang Ebert untuknya.
            “ Mimpi buruk lagi? “ tanya Ebert agak cemas.
            “ No. Don’t worry. Nevermind ” jawab Mo berbohong. Mo tidak ingin membuat Ebert cemas. Dia sudah menganggap Ebert sebagai ayah kandungnya sendiri. Setelah orangtuanya meninggal,hanya Ebert yang selalu berada disampingnya dan merawatnya. Bahkan Ebert pun tahu tentang rahasianya.
            “ Mungkin Anda harus pergi ke dokter. Wajah Anda terlihat pucat “ kata Ebert cemas. Ebert sangat tahu apa yang dialami Mo. Hal itu cukup berat apalagi Mo harus mengalaminya saat masih kecil. Sejak peristiwa itu Ebert berjanji pada dirinya sendiri untuk selalu menjaga dan merawat tuan mudanya itu hingga akhir hayatnya. 

#####

Edinburgh, keesokan paginya.

            JMin tiba lebih awal dikantornya. Pukul 7:30 dia sudah berada dikantornya. Sebenarnya dia bangun lebih awal karena semalam tidurnya tidak nyenyak. Setelah tadi malam  dia merasa ada yang mengikutinya. Saat tiba diapartemennya pun, dia merasa ada yang mengamatinya. Dia benar-benar merasa gelisah.
            Pikiran JMin kembali tertuju pada pria asing yang semalam menyapanya. “Sepertinya aku pernah bertemu dengannya. Tapi kapan dan dimana yaa?!” JMin bertanya-tanya dalam hati. Meski tampak cuek, tapi JMin cukup baik dalam memperhatikan hal-hal kecil disekitarnya. Dia pasti ingat dimana ia bertemu dengan pria itu. Namun nyatanya JMin sama sekali tak ingat. “ Mungkin hanya perasaanku saja” batinnya lagi
“Kau baik-baik saja?” suara Vincent mengejutkan JMin. Dia tidak sadar kalau sedari tadi ia melamun memikirkan pria itu
“ Eh- ya. Aku baik-baik saja” jawab JMin kikuk sambil tersenyum. Vincent  pun ikut tersenyum. Dia lantas mengambil kursi kosong,meletakkannya didekat kursi JMin kemudian duduk disana.
“ Kau yakin? Wajahmu terlihat pucat” kata Vincent. Wajah pria itu terlihat cemas. Perhatiannya yang seperti seorang kekasih membuat JMin agak risih didekatnya.
“ Benarkah?!” seru JMin sambil memegang  pipinya dengan kedua tangannya. “Oh. Mungkin karena aku kurang tidur semalam. Aku pulang larut sekali tadi malam” lanjut JMin lagi berusaha bersikap normal. Vincent tersenyum. Sebenarnya Vincent adalah pria yang baik dan sopan. Dia cukup menarik dengan rambut hitam kelam serta wajahnya yang cute. JMin juga senang mengobrol dengannya. Mereka pernah makan malam beberapa kali. Tapi tak pernah benar-benar berkencan.
“ Kudengar kau akan pergi ke Jerman. Benarkah?” tanya Vincent.
“ Ya. Mungkin besok lusa aku akan berangkat.” ekspresi Vincent berubah sedih saat JMin mengatakan itu. JMin jadi sedikit merasa bersalah
JMin adalah seorang fotografer sekaligus editor  disebuah majalah wanita di Edinburgh. Tapi menurutnya, atasannya lebih sering memaksanya menjadi editor daripada fotografer. Padahal bakat dan kesukaan JMin adalah dibidang fotografi bukan tulis menulis dan kemarin, atasannya menyuruhnya untuk pergi ke Jerman untuk melakukan tiga job di tiga kota berbeda di Jerman.
Alasan Mrs.Reagan-atasannya- cukup sederhana, dikarenakan diantara semua pegawainya hanya JMin yang fasih berbahasa Jerman, maka tugas itu diberikan kepadanya. Tapi bagi JMin itu sama juga penghematan tenaga kerja. Alhasil, kemarin dia pun sekalian meminta cuti untuk berlibur di Jerman. Dan Mrs.Reagan menyetujuinya.
“ Enjoy your trip” ujar Vincent riang sambil mengedipkan sebelah matanya. Ada segurat kesedihan saat Vincent mengatakan itu. “Benarkah ia masih suka padaku?” kata JMin dalam hati. Vincent pernah bilang bahwa ia menyukai JMin tapi saat itu JMin hanya ingin fokus pada pekerjaannya. Begitu pula saat ini. Sejak pindah ke Edinburgh, JMin tidak pernah benar-benar memiliki hubungan spesial dengan pria. Padahal JMin tidak memiliki kriteria khusus soal pria idamannya.
Vincent pun pamit. Dia mengembalikan kursi yang tadi ia pinjam ketempatnya. Pandangan JMin mengekor Vincent hingga pria itu memasuki ruangannya. JMin menghela napas. Jessica pernah bilang kalau Vincent menyukai JMin sejak dulu. Beberapa kali sahabatnya itu menjodoh-jodohkannya dengan Vincent. Namun JMin sama sekali tidak memiliki perasaan apa-apa pada Vincent. Padahal dia tidak sedang dekat dengan siapa pun. Dan JMin sangat senang Vincent begitu memperhatikannya
“ Kau terlalu banyak berpikir. Jalani saja dulu. Cinta itu datang karena terbiasa.” JMin teringat kata-kata Jessica saat menyuruhnya untuk berkencan dengan Vincent. Tapi JMin bukan orang seperti itu. Dia tidak ingin menyakiti Vincent kalau akhirnya dia malah tidak bisa mencintai Vincent.
            “ Wah~ tadi Vincent bilang apa?” tanya  Jessica saat ia menghampiri JMin dimejanya. Jessica baru saja datang saat Vincent sudah pergi dari tempat JMin. Gadis itu tampak kesulitan saat  memeluk map tebal didadanya,mengapit jurnal di lengan kanannya sementara tangannya memegang sekantung croissant.
            “Ada deh!” seru JMin yang malah merebut kantung kertas yang berisi setengah lusin croissant dari tangan Jessica lalu pergi darisitu.
            “Heii! Sarapanku!!” seru Jessica kesal saat JMin merebut kantung sarapannya.
            “by the way, terimakasih untuk kiriman sarapannya” seru JMin agak kencang saat ia sudah berada agak jauh dari Jessica sambil mengacungkan kantung croissant itu. Jessica hanya merengut melihat tingkah sahabatnya.

#####

Tanpa sepengetahuan JMin sepasang mata tengah mengamatinya dari seberang gedung kantornya. Seorang pria berusia sekitar 30an mengamati JMin dari sebuah kamar diseberang gedung kantor JMin. Pria itu tersenyum saat ia melihat JMin sedang tertawa bersama teman-temannya.
“Sepertinya ia baik-baik saja” kata teman pria itu yang kemudian  ikut mengamati JMin.
“ Kupikir, kau harus menjauh darinya. Mungkin itu lebih baik” kata teman pria itu lagi.
“Apa maksudmu, Reus?” tanya pria itu pada temannya sambil memandang temannya penuh selidik. Dia tidak percaya Reus menyuruhnya untuk menjauh dari JMin. Padahal Reus  tahu betapa pentingnya JMin bagi dirinya.
“ Jay, gadis itu akan lebih aman bila kau tidak berada disekitarnya” kata Reus. Jay mendelik kearah Reus, tapi Reus tampak cuek. Dia malah berjalan kearah sofa. Gerakannya sangat halus dan cepat seakan dirinya seringan kapas. Dia menjatuhkan dirinya disofa. Memandang keluar jendela yang berada disisi lain kamar itu.
“ Coba kau pikir, sejak kedatanganmu kesini, mereka jadi lebih sering bermunculan disekitarnya kan?! Itu artinya mereka sudah curiga” Reus melanjutkan penuturannya. Akhir-akhir ini Jay jadi 10 kali lebih protektif pada JMin. Dia rela bolak balik dari Helsinki ke Edinburgh hanya untuk mengawasi JMin dan memastikan ia aman. Jay berpikir, dengan kehadirannya disekitar JMin,dia bisa melindungi gadis itu. Tapi Reus berpikir lain. Menurutnya aura Jay yang kuat lah yang mengundang mereka kepada JMin. Mereka pasti curiga seorang Strigoi seperti Jay berada didekat seorang manusia khususnya wanita.
“Semalam salah satu dari mereka mengikutinya saat ia pulang kerja. Aku yakin dia akan menyerangnya” Jay tetap bersikukuh.
“Jujur saja, aura JMin tidak begitu ketara karena dia berada ditengah tengah ribuan manusia. Tapi auramu jauh lebih kuat. Kau tahu, aku saja bisa mengetahui keberadaanmu dari London.” balas Reus.
“ Itu kan kau. Mereka tidak sepertimu” Jay merengut lalu menjatuhkan dirinya disebelah Reus.
“Ah~ terserahlah” gerutu Reus. Percuma saja berdebat dengan Jay bila dia sudah mempunyai keinginan yang kuat. Meski sebenarnya Jay adalah orang yang easy going, tapi bila ia punya keinginan maka tak seorang pun yang mampu menghalanginya. Dan sekarang, Jay bersikeras untuk berada disekitar JMin. Melindungi gadis itu dari mereka.
“Lalu untuk apa kau kesini?” tanya Jay. Dia agak heran sebenarnya melihat Reus berada dikeramaian kota dipagi hari yang cerah. Meskipun mereka tidak punya masalah yang cukup berarti dengan sinar matahari,tapi sejak dulu Reus terkenal sangat merawat kulitnya. Makanya Reus biasanya selalu bersembunyi ditempat yang tersembunyi dari sinar matahari saat siang hari.
“Lalu aku harus dimana lagi?!” sahut Reus sebal. Sahabatnya itu tetap tidak berubah sejak setengah abad lalu. Masih dingin dan tidak peka. Reus tak mengerti kenapa ia masih saja merasa khawatir dengan Jay meski tahu sifat asli Jay.
“Jadi, kau akan tetap disini menemaniku?” tanya Jay sambil menyeringai nakal. Jay tahu itu akan makin membuat Reus kesal. Sejujurnya Jay merasa tenang dengan kehadiran Reus karena Reus akan selalu berhasil mencegahnya agar tidak lepas kendali yang mungkin membuatnya menyakiti JMin.

[ to be continued ]

by @hiki0717
Glosarium

1.      Edinburgh Vaults : terowongan yang dibangun dibawah salah satu lengkungan South Bridge sejak abad 18.
2.      Cowgate : salah satu jalan di dekat Edinburgh Castle dan South Bridge
3.      Burke and Hare adalah cerita horor tentang kanibalisme yang terkenal di Edinburgh. Karena cerita inilah makanya ada trip wisata hantu di Edinburgh dimulai dari Edinburgh Vaults hingga Greyfriar’s Cemetery.
4.      Derbyshire adalah kota kecil di Inggris. Salah satu desanya,yaitu Edensor dijadiin setting disalah satu tetralogi Laskar Pelangi ;)
5.      Berchtesgaden adalah kampung halaman saya XD *abaikan* merupakan kota kecil di wilayah Bavaria State, Jerman. Jaraknya 180km dari Munich ;) Disebut sebagai Romantic Corner of German karena berada diujung perbatasan antara Jerman dan Austria tapi penduduknya sangat loyal sama Jerman *salute*
6.      Berchtesgadener Land : sebutan untuk daerah di Bavaria State yang meliputi kota2 disekitar Berchtesgaden, danau Konigssee dan gunung Watzmann ;)
7.      Es lo que realmente quieres darle a el? : Do you really want to give it to him? (Spain)
8.      Si : Yes (Spain) Guten Morgen : good morning (German)
9.      Ich mochte das ergebnis zu sehen : I want to see the result (German)

No comments:

Post a Comment