Constanta
Terinspirasi dari film suspense “Half Light” starred
by Demi Moore. Just enjoy reading and no bash. Saya tidak dengan maksud sengaja
untuk memakai karakter2 tersebut. And please comment. Thanks ;)
Seoul, Korea Selatan
“Kau
yakin akan pergi?” Yunho bertanya sekali lagi saat Jungmo mengepak
barang-barangnya. Dia telah selesai memasukkan beberapa bajunya ke koper yang
cukup besar. Dan kini, mengepak beberapa buku kedalam kardus kecil yang telah
disiapkannya.
“Iya”
Jungmo menjawab singkat. Wajahnya terlihat muram. Dia sedang mengalami
masa-masa yang berat dalam karir bermusiknya. Labelnya mendesak agar
TRAX-bandnya- mulai membawakan genre musik yang sedang hits saat ini. Padahal
itu berbeda jauh dengan ciri khas TRAX sejak awal. Akhirnya mereka pun
bersitegang dan manajernya menyuruh Jungmo dan bandnya untuk hiatus sementara
dan memecahkan masalah itu.
“Berapa
lama?” tanya Yunho lagi. Dia terlihat mengkhawatirkan sahabatnya itu. Yunho
tahu kalau Jungmo sedang mengalami hari-hari yang sulit. Beberapa waktu lalu,
Jungmo pun sempat berselisih dengan keluarganya.
“Aku
tidak tahu. Mungkin agak lama. Aku ingin menenangkan pikiranku” Jungmo menghela
napas. Yunho mengangguk paham. Jungmo membawa koper2nya keluar, diikuti Yunho
yang membantu membawakan kardus kecilnya. Mereka menaruhnya dibagasi taksi yang
sudah siap mengantar Jungmo ke bandara.
“Kabari
aku kalau kau sudah sampai” kata Yunho sambil memeluk sahabatnya dengan erat.
“Pasti”
sahut Jungmo lantas masuk kedalam taksi.
#####
Perfektur Akita, Jepang
Hari
sudah menjelang sore saat Jungmo mengendarai mobilnya menyusuri jalan-jalan
kecil di pinggir hutan tak jauh dari Danau Tazawa. Dia sengaja memilih tempat
yang terpencil jauh dari orang-orang untuk menenangkan diri. Bukan ingin
menghindar dari masalah, tapi dia butuh udara segar agar ia bisa menyelesaikan
banyak masalah yang akhir-akhir ini menimpanya.
Tak lama kemudian ia
tiba disebuah pondok kecil yang tak jauh dari pinggir hutan. Pondok itu hanya
satu-satunya rumah yang berada di jalan itu. Pondok itu terletak tak jauh dari
Danau Tazawa dan memiliki pemandangan yang sangat indah.
Jungmo merogoh saku
mantelnya mencari sebuah kunci. Dia menyalakan saklar lampu yang berada tak
jauh dari pintu masuk. Jungmo mengamati keadaan sejenak. Pondok itu lumayan
besar dan cukup terawat untuk sebuah pondok tak berpenghuni. Pemiliknya sengaja
menyewakan pondok itu untuk orang-orang yang ingin berlibur atau mengasingkan
diri dari hiruk pikuk dunia. Suasananya pun sangat asri dengan pemandangan
indah danau Tazawa, pohon momiji dan sakura yang tumbuh mengelilingi danau itu.
Pondok itu juga memiliki sebuah perahu motor kecil yang bisa digunakan untuk
mengarungi danau dan menikmati kejernihan airnya.
Jungmo meletakkan
kopernya dikamar, mengeluarkan beberapa bajunya dan menatanya di lemari.
Kamarnya menghadap langsung kearah danau. Jungmo memperhatikan ada sebuah
cahaya kecil yang berada dibukit diseberang danau. Cahayanya agak redup dan
tidak terlalu jelas karena tertutup sedikit kabut.
“Mungkin ada rumah lain
disana” gumamnya pelan. Ia pun tidak ambil pusing soal itu. Setelah selesai
mandi, ia bergegas ke dapur dan memasak ramen instan yang tadi ia beli dalam
perjalanannya ke pondok. Ia pun kembali menelpon Yunho dengan ponselnya
“ Aku sudah sampai”
Jungmo mengabari
“ Syukurlah. Bagaimana
disana?” tanya Yunho
“ Pemandangannya indah
sekali disini. Kau memilih tempat yang tepat”
“Benar kan?! Aku yakin
kau pasti suka. Bersenang-senanglah disana”
“Oke. Thanks” Jungmo
menutup teleponnya. Ia memilih memakan ramennya dikamar sambil menikmati pemandangan
danau dimalam hari. Cahaya itu mulai terlihat terang dilangit yang gelap.
Sedikit membuatnya penasaran, karena tadi di kota, beberapa warga disana bilang
tidak ada yang tinggal disekitar pondok Jungmo.
“ Tapi sebagian dari
mereka juga tidak yakin. Mungkin mereka salah dan ada yang tinggal disana”
katanya dalam hati.
Setelah selesai makan,
Jungmo meraih gitarnya yang sengaja ia bawa agar ia tidak bosan dan bisa
membuat beberapa lagu. Dia pun mengeluarkan buku musiknya dari dalam tas.
Selembar foto terbang keluar dari dalam buku itu. Foto dirinya bersama
Tiffany,istrinya yang mungkin sebentar lagi akan menjadi mantan istrinya.
Alasan Jungmo pergi
yang paling utama adalah karena ia sedang menghadapi masalah dengan istrinya.
Jungmo sangat mencintai Tiffany bahkan memujanya. Dia akan menuruti semua
keinginan istrinya itu meski kadang berlebihan. Tapi beberapa bulan terakhir
ini, Tiffany mulai berubah. Dia mulai sering marah dan cemburu tanpa alasan.
Dia menjadi sering keluar rumah tanpa mengabari Jungmo keberadaannya. Saat
Jungmo menegurnya, dia malah balik memarahi Jungmo yang menurutnya terlalu ikut
campur urusannya.
Parahnya, orangtuanya
malah membela Tiffany dan menganggap Jungmo lah yang menelantarkan istrinya
karena terlalu larut dengan kehidupannya sebagai musisi.
“ Mungkin memang aku
yang salah “ kata Jungmo. Dia agak menyesal sudah mengajukan surat tuntutan
cerai pada Tiffany.
#####
Keesokan paginya
Jungmo
membawa kameranya dan bergegas menuju dok kecil disamping pondoknya. Dia akan
mengunjungi bukit kecil tempat cahaya itu berasal kemarin. Dia pun melepaskan
tali pengekang perahu dari tempatnya kemudian mengendarainya menuju bukit itu.
Pemandangan Danau Tazawa dari dekat lebih menakjubkan lagi. Airnya cukup
jernih. Pohon momiji sedang bermekaran, pemandangan disekitar danau itu pun
berubah menjadi berwarna jingga keemasan yang cantik.
Semakin
dekat, Jungmo bisa melihat ada sebuah pondok lain di bukit itu. Perkiraannya
tepat. Memang ada rumah lain didekat pondoknya. Jungmo pun menambatkan perahunya
dibawah dok yang terletak tak jauh dari rumah itu. Dia menyematkan tali
pengekang perahunya dengan kuat kemudian berjalan menuju rumah. Rumah itu
sedikit lebih besar dari pondoknya. Bukit itu terpisah dari daratan seperti
sebuah pulau kecil dan rumah itu menjadi satu-satunya rumah dibukit itu. Bukit
itu cukup luas, dengan hamparan rerumputan yang luas dan ditumbuhi banyak
pepohonan.
Jungmo
memotret pemandangan disekitar rumah itu beberapa kali sambil berdecak kagum.
“
Ohayougozaimasu “ sebuah suara mengagetkan Jungmo dari belakang. Dia agak
terkejut mendapati seorang gadis saat ia menoleh ke belakang.
“O-ohayogozaimasu
“ jawabnya sambil tertunduk malu karena tertangkap basah sedang memotret rumah
seseorang tanpa izin. Jungmo mengamati gadis itu. Gadis Jepang yang mungkin
berusia lebih muda darinya. Anenhya, ia memakai gaun panjang era abad
Pertengahan Eropa berwarna putih. Dia juga membentuk gaya rambutnya seperti
gaya rambut gadis bangsawan abad Pertengahan. “Siapa gadis ini? Kenapa memakai
baju seperti itu?” tanya Jungmo dalam hati.
“Apa
yang sedang Anda lakukan disini, Tuan?” gadis itu bertanya dengan sopan.
“
Maaf. Aku hanya sedang jalan-jalan disekitar danau dan menemukan tempat ini.
Maafkan aku bila mengganggu Anda” Jungmo meminta maaf. Tapi gadis itu
tersenyum. Sesaat, Jungmo terpesona dengan senyuman gadis itu.
“
Tidak apa-apa. Pemandangan disini memang sangat indah” kata gadis itu.
“Dia
cantik sekali” batin Jungmo. “Oh Tuhan! Maafkan aku! Tidak seharusnya aku
tertarik pada wanita lain” Jungmo memarahi dirinya sendiri.
“
Ah~ un~ Namaku Kim Jung Mo. Aku dari Seoul” Jungmo memperkenalkan diri
“
Namaku Constanta. Aku tahu namaku aneh untuk nama orang Jepang. Tapi memang
begitulah adanya” kata gadis itu dengan ramah. Keduanya pun tersenyum. Mereka
pun berjalan-jalan disekitar bukit itu sambil mengobrol. Constanta merupakan
orang yang sangat ramah untuk tipe gadis Jepang yang tinggal di daerah
terpencil. Jungmo merasa nyaman berada didekatnya meski baru pertama kali
bertemu.
“
Jadi, apa yang membawamu mengunjungi Danau Tazawa ini, Tuan Kim?” tanya
Constanta ketika gadis itu mengajak Jungmo kerumahnya. Mereka duduk diteras
depan rumah sambil menikmati pemandangan. Constanta menyajikan segelas ocha
panas dan beberapa kue kering untuk menjamu Jungmo
“
Sudah kubilang panggil saja aku Jungmo “
“
Hai. Gomen nasai. Maksudku Jungmo” Constanta terlihat menyesal. Jungmo malah
jadi tidak enak membuat Constanta jadi merasa bersalah.
“
Aku sedang berlibur dan menenangkan diri. Aku tinggal dipondok diseberang sana”
Jungmo menunjuk kearah pondoknya. Constanta menoleh kearah yang ditunjuk Jungmo
“
Ah~ sou desu ka. Jarang ada orang yang menghuni pondok itu disaat-saat seperti
ini” kata Constanta. Jungmo mengangguk. Dia memang datang kesini bukan pada
musim liburan.
“
Kau sudah lama tinggal disini?” tanya Jungmo sambil memandang kesekeliling.
Rumah itu cukup sederhana. Perabotannya terlihat sudah usang, tapi gadis itu
sepertinya sangat merawat rumahnya. Meskipun terlihat tua, tapi rumah itu cukup
bersih dan nyaman.
“
Ya. Sejak aku menikah dengan suamiku. Kami membangun rumah ini sesuai dengan
keinginan kami. Rumah ini merupakan rumah impian kami” Constanta tersenyum saat
menceritakannya. Terlihat sekali kalau ia bahagia dengan pernikahannya.
Sejenak, Jungmo merasa iri dengan Constanta.
“
Dimana suamimu sekarang? Aku merasa tidak enak berada disini” Jungmo merasa
dirinya agak lancang bertamu kerumah seorang wanita yang sudah bersuami
sementara suaminya sedang pergi. Dia tidak ingin ada kesalahpahaman yang mungkin
bisa membuat pernikahan Constanta berantakan.
“
Dia sudah meninggal beberapa waktu lalu “ Constanta menjawab sedih. Matanya
sedikit berair seperti hendak menangis.
“
Maafkan aku. Aku tidak bermaksud…”
“Tidak
apa-apa” belum sempat Jungmo menyelesaikannya, Constanta memotong kalimatnya.
Dia tersenyum sambil menyeka air matanya dengan punggung tangannya. Jungmo
merasa iba padanya. “Wanita semuda dia harus menanggung kesedihan yang mendalam
karena suaminya meninggal” batin Jungmo. Ingin rasanya ia memeluk Constanta
saat ini juga.
“Aku
memakai gaun ini setiap pagi untuk mengenang suamiku. Dia sangat senang saat
aku mengenakannya. Ini merupakan gaun favorit kami berdua” sekali lagi
Constanta terlihat bahagia saat bercerita tentang suaminya. Dan sekali lagi
Jungmo merasa iri dan berharap Tiffany bisa seperti Constanta.
“
Kau terlihat cantik saat mengenakan gaun itu” kata-kata itu meluncur begitu
saja dari mulut Jungmo tanpa disadarinya. Dia pun terlihat kikuk setelahnya.
Constanta tertawa kecil melihat sikap Jungmo yang salah tingkah.
“
Domoarigatou. Anda juga terlihat tampan” katanya sambil tersenyum. Jungmo ikut
tersenyum. Entah apa yang sedang terjadi, tapi Jungmo selalu merasa terpesona
dengan senyuman Constanta. Seakan senyumannya bisa menghipnotisnya dan
menimbulkan sengatan-sengatan aneh disekujur tubuhnya.
“Eh~
terimakasih” Jungmo menggaruk kepalanya. Wajahnya agak bersemu merah karena
Constanta memuji dirinya.
“
Ah~ sudah siang, aku harus pulang” kata Jungmo seraya beranjak dari tempatnya.
Constanta mengantar Jungmo hingga ke dok tempat Jungmo menambatkan perahu
motornya.
“
Terima kasih sudah mengajakku berkeliling. Hari ini aku senang sekali”
“
Sama-sama. Kau bisa datang lagi kesini kapan saja. Datang saja kerumahku”
“
Aku pasti datang lagi. Terimakasih sekali lagi” Jungmo pun menyalakan mesin
perahu motornya. Dia melambaikan tangannya pada Constanta kemudian mengarahkan
perahunya kembali ke pondoknya.
***
Hari-hari
pun berlalu. Hampir setiap hari Jungmo mengunjungi Constanta. Kadang di pagi
hari atau setelah tengah hari. Biasanya mereka berjalan-jalan disekitar bukit,
memancing didanau atau mengobrol seharian diteras rumah. Mereka selalu punya
bahan obrolan yang menyenangkan. Constanta sering menceritakan tentang danau
Tazawa, legendanya, kebiasaan masyarakat disekitarnya dan lainnya.
“ Kau tahu~ ada legenda
tentang seorang putri yang menjadi naga di danau ini” Constanta memberitahu.
Mereka tengah mengobrol di teras belakang rumah sambil menikmati pemandangan
pohon momiji yang bersemi indah disekeliling danau.
“ Benarkah?! Seperti
apa ceritanya?” tanya Jungmo penasaran.
“ Dahulu kala, ada
seorang putri yang bernama Tatsuko. Dia mendambakan kecantikan abadi. Kemudian
dia berdoa kepada Buddha dan Buddha mengabulkannya dengan syarat dia harus
meminum air yang berada ditengah gunung. Tapi setelah meminumnya ia malah
semakin merasa haus dan dirinya pun berubah menjadi naga. Setelah menyesali
perbuatannya, ia menceburkan diri ke danau Tazawa dan hidup sebagai naga
didanau ini”
“ Dia kasihan sekali “
“ Aku rasa tidak. Dia
terlalu tamak dan Buddha memberikan balasannya. Tidak ada keabadian selain
hanya milik Tuhan” kata Constanta dengan mantap. Jungmo terperangah dengan
kalimat Constanta tadi. Sudah lama sekali dia tidak pernah seseorang berkata
seperti itu padanya. Tapi saat ini, didepannya seorang wanita yang baru ia
kenal mengatakan kalimat yang indah tentang Tuhan.
Giliran Jungmo yang
kemudian menceritakan tentang negaranya, Korea Selatan. Tentang Seoul, tentang
kampung halamannya, Miari dan sebagainya.
“Wah~
aku ingin mengunjungi Korea suatu hari nanti” ujar Constanta senang saat Jungmo
menceritakan tentang negaranya.
“
Kau harus mengunjunginya dan kau tidak akan menyesal. Aku akan menemanimu
berkeliling nanti” sahut Jungmo.
“Benarkah?
Senang sekali mendengarnya. Aku akan pergi bila sudah siap. Aku masih ingin
berada disini, entah sampai kapan” tiba-tiba wajah Constanta berubah
sedih. Dia kembali teringat suaminya.
Tanpa sadar, Jungmo mengalungkan lengannya kebahu wanita itu dan mengarahkan
kepala Constanta kedadanya. Wanita itu pun tidak menolak. Dia menyandarkan
kepalanya didada Jungmo.
Agak
lama mereka berdiam dalam posisi seperti itu, hingga akhirnya Constanta
melepaskan lengan Jungmo dengan lembut dari bahunya.
“Maafkan
aku” Wanita itu berkata lirih.
“Tidak.
Aku yang harusnya minta maaf karena lancang” kata Jungmo merasa bersalah.
“
Tidak apa-apa” Constanta tidak menganggap Jungmo telah bersikap lancang. Dia
malah merasa lega karena mempunyai sandaran setelah sekian lama. Mereka masih
saling terdiam, tenggelam dengan pikiran masing2. Kemudian Jungmo menatap
Constanta lekat-lekat lantas mencium bibirnya dengan lembut. Awalnya Constanta
bereaksi agak terkejut namun kemudian wanita itu membiarkan Jungmo menciumnya.
Keduanya
berciuman dengan lembut dan hangat tanpa merasa kikuk sedikit pun. Ciuman
mereka pun semakin dalam saat Jungmo membimbing Constanta hingga kekamar wanita
itu. keduanya masih berciuman saat melewati ruang-ruang dirumah Constanta.
Mereka berbaring ditempat tidur, masih berciuman sambil melepaskan pakaian
masing-masing.
“
Moshi sore o shitakunainara, watashi mo shinai.. ” kata Jungmo saat melepaskan
ciumannya. Mereka berhenti sejenak, Constanta menatap Jungmo. Entah apa yang
sudah merasukinya hingga ia tidak keberatan Jungmo menyentuhnya dan ia siap
dengan segala resiko yang akan dihadapinya.
“ikara ya… tsu te… ” Constanta berkata lirih.
***
Keduanya
terbangun saat hari sudah malam. Entah sudah berapa lama mereka tidur setelah
melakukannya beberapa kali. Constanta menyandarkan kepalanya didada Jungmo.
Keduanya berbaring sambil berpelukan.
“
Maafkan aku. Seharusnya aku tidak melakukan ini padamu” Jungmo merasa bersalah
pada Constanta karena telah menyentuh wanita itu padahal ia adalah pria yang
sudah menikah meski sekarang dalam proses bercerai.
“
Aku sudah menikah “ katanya lagi. Constanta diam saja tampak tidak terkejut
dengan pengakuan Jungmo.
“
Aku tidak bermaksud menjadikanmu sebagai pelampiasan karena masalahku” Jungmo
mengelus kepala Constanta dengan lembut.
“Aku
tahu. Tidak apa-apa kok” Constanta menjawab pelan. Dia menatap Jungmo sambil
tersenyum.
“
Tinggalah disini hingga besok pagi” pinta Constanta sambil merapatkan tubuhnya
ke Jungmo lebih dekat.
“
Tentu” Jungmo mengecup kening wanita itu. Mereka pun kembali berciuman.
“
Aaa~ kau mengenal Tuan Kagawa yang memiliki toko ikan dikota?” tanya Jungmo
“
Ya. Tentu. Kenapa?”
“
Dia mengajak warga kota untuk minum sake bersama besok siang. Kau mau datang?
Aku akan menjemputmu nanti”
“
Aku akan datang. Kau tidak perlu menjemputku”
“
Benarkah? Baiklah kalau begitu. Aku tunggu dirumah Tuan Kagawa besok siang”
***
Keesokan harinya.
“nuni nuni neoman, baraboge haneun girl, nae
mami mami neoreul gadeuk chaewobeorin geol, badajwo ne mam, aetage neol waiting
baby… “ Jungmo menulis beberapa lirik di buku musiknya sambil menyesuaikan
nadanya dengan gitar. Dia sedang menulis sebuah lagu. Lagu tentang Constanta
yang sudah merebut hatinya dalam waktu beberapa hari.
Dia
kembali memikirkan Constanta. Dia benar-benar tertarik pada wanita itu.
Senyuman manisnya, tutur katanya yang lembut dan sopan, tatapannya yang menyejukkan,
dan kecantikannya yang alami. Tapi kemudian Jungmo membanting pulpennya,
“
Argh! Tidak seharusnya aku jatuh cinta padanya. Aku sudah mempunyai seorang istri”
katanya kesal. Dia kesal dengan dirinya sendiri yang mulai jatuh cinta pada
Constanta padahal ia dan Tiffany belum bercerai. Namun, berada didekat
Constanta membuatnya merasa hidup kembali. Perasaan yang sudah lama hilang,
bahkan sebelum konfliknya rumah tangganya dimulai.
Jungmo
melirik arlojinya. Hampir pukul 11 siang. Dia pun membereskan bukunya dan
menyimpannya di laci di samping tempat tidurnya. Dia memasukkan kembali
gitarnya di tempatnya, meraih mantelnya kemudian bergegas keluar rumah. Jungmo
memandang kearah rumah Constanta saat ia berada di doknya. Dia pun berpikir
untuk menjemput Constanta dan pergi kerumah Tuan Kagawa bersama.
Jungmo
mengarahkan perahu motornya ke bukit tempat rumah Constanta. dia mengangkat
alisnya saat mendapati perahu motor Constanta tidak berada didoknya.
“Mungkin
ia sudah pergi duluan” gumamnya kemudian mengubah haluan perahunya menuju kota
Semboku. Beberapa warga sudah memenuhi rumah Tuan Kagawa. Ada beberapa bangku2
panjang dan meja panjang. Cuaca cukup cerah siang itu. Jungmo menyapa beberapa
orang. Mereka cukup ramah padanya meski ia hanya turis. Bahkan Tuan Kagawa
cukup berbaik hati mengundangnya untuk minum sake.
“
Jungmo-san selamat datang “ Nyonya Kagawa menyambut Jungmo dan mempersilakannya
duduk.
“
Terima kasih “ balas Jungmo sambil tersenyum. Dia duduk agak menjauh dari
keramaian warga. Matanya memandang ke sekeliling mencari sosok Constanta, tapi
dia tidak mendapati wanita itu dimana pun.
Waktu
semakin berlalu. Sudah hampir satu jam, Jungmo berada dirumah Tuan Kagawa tapi
Constanta tak kunjung datang. Wajahnya terlihat cemas.
“
Jungmo-san, kau sedang menunggu seseorang?” tanya Tuan Kagawa saat ia
menghampiri Jungmo yang sedang duduk di pojok tenda. Pria berusia 60 tahunan itu memperhatikan Jungmo sejak tadi.
“
Hai. Aku sedang menunggu seseorang disini “
“
Hontouni?! Siapa? Temanmu?”
“
Iya. Tapi dia tinggal disini. Mungkin Anda mengenalnya”
“
Sejak lahir aku tinggal disini. Aku pasti mengenalnya. Siapa namanya?”
“
Constanta “ seketika saat Jungmo menyebutkan nama itu, keriuhan warga yang
berada disekitar Jungmo mendadak hening. Mereka menoleh kearah Jungmo dengan
tatapan aneh. Tuan Kagawa pun cukup
terkejut saat Jungmo menyebutkan nama Constanta.
“
Constanta?” Tuan Kagawa mengulangi
“
Iya. Anda mengenalnya?” Jungmo bersikap agak kikuk lantaran dirinya kini
menjadi pusat perhatian karena menyebutkan nama Constanta.
“
Aku mengenalnya. Begitu pula hampir seluruh warga kota ini. Tapi…” Tuan Kagawa
tidak melanjutkan kata-katanya dan malah memandang Jungmo dengan tatapan
prihatin.
“
Tapi apa? “
“
Dia sudah meninggal 10 tahun yang lalu “
Jungmo sangat terkejut dengan kalimat Tuan Kagawa
tadi. Dia hampir menjatuhkan gelas sakenya dari tangannya.
“
Tidak mungkin. Aku bersama dia beberapa hari ini. Dia tidak mungkin sudah
meninggal. Anda pasti salah” wajah Jungmo berubah pucat. Beberapa hari ini, ia
bersama Constanta. Mengobrol bersamanya, memancing didanau bersama bahkan tidur
dengannya. “Constanta tidak mungkin sudah
meninggal” batin Jungmo
“
Tapi dia memang sudah meninggal. Aku yang menaburkan abunya didanau Tazawa”
Tuan Kagawa tidak terlihat berbohong. Begitu pula dengan seluruh warga kota.
Mereka malah memandang Jungmo seakan dirinya hanya sedang berhalusinasi tentang
Constanta.
“
Tidak! Tidak mungkin! Dia nyata! Constanta itu nyata!” Jungmo setengah
berteriak. Dirinya masih belum bisa menerima kenyataan kalau Constanta itu
hanya halusinasinya. Wanita terlihat
sangat nyata. Jungmo yakin itu. Dia memegang tangan wanita itu, memeluknya,
menciumnya, menyentuhnya semuanya nyata.
Dia yakin dengan seluruh akal sehatnya kalau Constanta itu nyata.
“
Seperti apa Constanta-mu itu?” tanya Tuan Kagawa berusaha bersikap realistis.
“
Dia tinggal di bukit diseberang danau. Rambutnya hitam tapi dia selalu mengikatnya.
Dia sering memakai gaun panjang berwarna putih. Gaun ala Eropa, yah seperti
itulah”
“
Dan dia memang Constanta “ Nyonya Kagawa terlihat sedikit shock saat Jungmo
menuturkan ciri-ciri Constanta.
“
Kalau Anda tidak percaya, mari ikut aku!” usul Jungmo. Jungmo berniat mengajak
Tuan Kagawa ke rumah Constanta. “dia pasti percaya bila dia melihat langsung”
pikir Jungmo.
“Baiklah”
Tuan Kagawa menyetujui usul Jungmo. Keduanya pun bergegas menuju dok kecil
kemudian mengendarai perahu motor milik Jungmo menuju rumah Constanta. Beberapa
menit kemudian mereka telah sampai dibukit itu. Jungmo menambatkan perahunya
dengan sekedarnya. Pikirannya kini dipenuhi wanita itu.
Mereka
menghampiri rumah Constanta yang terlihat sepi. Tidak ada keberadaan wanita itu
dimanapun. Tirai-tirai rumah itu tertutup rapat. Jungmo mengetuk pintu beberapa
kali tapi tidak ada jawaban. Dia pun memutar kenop pintu dan ternyata pintunya
tidak terkunci.
Keadaan
rumah pun gelap. Jungmo mencoba menyalakan saklar lampu namun nihil. Listrik
dirumah itu mati. Tuan Kagawa membuka beberapa tirai agar cahaya matahari masuk
menerangi rumah itu.
Betapa
terkejutnya Jungmo dengan keadaan dirumah itu. Semua perabotan ditutupi kain
besar. Tidak seperti saat ia tinggalkan tadi pagi. Semakin ia menyusuri
ruangan2 dirumah itu, dia seperti masuk kedalam rumah tak berpenghuni. Rumah
ini berbeda 180 derajat, padahal baru tadi pagi ia tinggalkan.
“Tidak
mungkin!” Jungmo masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Tuan Kagawa
berjalan kearah sebuah lemari yang berada diruang tengah. Dia menyibakkan kain
penutupnya sedikit kemudian membuka laci pertama lemari itu. Dia mengeluarkan
sebuah bingkai foto lantas memperlihatkan pada Jungmo.
“Ini
Constanta” katanya dengan ekspresi sedih. Jungmo melihat foto dibingkai itu.
Foto seorang wanita dengan memakai gaun putih panjang era abad pertengahan
Eropa sedang berdiri dengan pose menyamping.
“
Iya. Constanta-ku juga seperti dia” Jungmo berkata lirih. Senyuman itu, gaun
itu, tatanan rambut itu sama persis dengan Constanta saat ia pertama kali
bertemu dengannya.
“
Constanta meninggal 10 tahun lalu. Kami menemukan jenazahnya tenggelam didanau
tak jauh dari bukit ini dengan keadaan kakinya terikat disebuah jangkar besar.
Kami pikir ia bunuh diri karena beberapa hari sebelum jenazahnya ditemukan,
suaminya melaporkan kalau dia hilang” Tuan Kagawa mulai menceritakan tentang
Constanta
“Tapi
Constanta tidak mungkin bunuh diri. Aku dan istriku sangat mengenalnya.
Beberapa minggu sebelum kejadian itu, kami memergoki suaminya berselingkuh
dengan sahabat Constanta sendiri, Rin. Aku ingin mengatakannya pada Constanta,
tapi istriku melarangnya. Dia tidak ingin Constanta menjadi sedih karena
suaminya berselingkuh. Constanta sangat mencintai suaminya” Tuan Kagawa
melanjutkan ceritanya. Jungmo mendengarkan dengan seksama.
“
Iya. Dia sangat mencintai suaminya” lirih Jungmo. Dia tidak tahu nasib
Constanta berakhir tragis seperti itu.
“
Sampai sekarang aku masih menganggap kalau Constanta tidak bunuh diri. Dia
pasti dibunuh. Entah oleh siapa, tapi dugaanku dia dibunuh oleh suaminya
sendiri yang tidak bisa menceraikan Constanta dan ingin menikahi Rin. Tapi itu
hanya dugaanku. Kasus ini pun ditutup dengan kesimpulan Constanta bunuh diri”
“
Lalu dimana suaminya sekarang?”
“
Beberapa bulan setelah kematian Constanta, suaminya meninggalkan rumah ini dan
pergi keluar kota bersama Rin. Tapi keduanya mengalami kecelakaan mobil dan
meninggal”
“Constanta
pasti tidak memaafkan mereka” kata Jungmo. Tuan Kagawa mengangguk.
“
Sejak itu sampai sekarang, rumah ini kosong. Beberapa turis yang menyewa
pondokmu mengaku melihat cahaya dari rumah ini saat malam. Beberapa dari mereka
juga mengaku pernah melihat seorang wanita memakai gaun putih panjang ala Eropa
sedang berjalan-jalan disekitar rumah ini saat mereka berkeliling didanau
dengan perahu” kata Tuan Kagawa lagi
“Tapi
aku mengobrol dengannya, berjabat tangan dengannya. Dia terlihat nyata. Aku
tidak mungkin berhalusinasi!” Jungmo masih bersikeras. Bila bukan Constanta
yang bersamanya, lalu siapa? Tidak mungkin orang lain karena wajah mereka
sangat mirip dan sangat mengenal rumah dan bukit ini.
“Aku
tidak tahu. Buktinya dia tidak berada disini kan?!” Tuan Kagawa masih
memandangnya dengan tatapan prihatin.
“Jadi
maksudmu aku bertemu dengan arwah gentayangan?” tanya Jungmo. Tuan Kagawa
menatap Jungmo lekat-lekat kemudian mengangguk pelan.
***
Sudah
dua hari sejak Tuan Kagawa menceritakan semuanya, Jungmo sama sekali tidak
keluar dari pondoknya. Dia hanya duduk sambil memandangi rumah Constanta sambil
sesekali memainkan gitarnya dengan asal. Jungmo berharap bisa bertemu dengan
wanita itu meski wanita itu mendatanginya dengan melayang diudara seperti
hantu. Tapi dihati kecil Jungmo, dia yakin Constanta itu nyata. Dia tahu soal
hantu dan semacamnya, dan Constanta yang ia temui benar-benar seperti seorang
manusia. Tubuhnya hangat, hingga saat ini pun Jungmo masih bisa merasakan detak
jantung wanita itu sama seperti saat mereka tidur berpelukan.
“
Tidak mungkin. Dia tidak mungkin arwah gentayangan. Dia nyata. Aku yakin itu”
gumam Jungmo. Dia pun meletakkan gitarnya lantas meraih ponselnya untuk
menelpon Yunho. Dia ingin menceritakan tentang Constanta kepada sahabatnya itu
dan berharap mungkin Yunho bisa memberitahunya teori yang cukup logis karena hampir
seluruh warga kota menganggapnya sedang berhalusinasi.
“Nomor
yang Anda tuju sedang tidak aktif. Silahkan mencoba beberapa saat lagi” Yunho
tidak bisa dihubungi. Jungmo mencobanya beberapa kali lagi namun jawabannya
sama.
“Kemana
dia?” Jungmo menggerutu. Dia berpikir akan menghubungi Jay, tapi mengurungkan
niatnya karena Jay pun tidak tahu keberadaannya saat ini. Dia hanya mengatakan
tujuannya pada Yunho. Dia bahkan merahasiakan tentang kepergiannya dari
istrinya dan keluarganya. Jungmo ingin menyendiri dan menenangkan diri dari
masalah yang tengah dihadapinya. Namun, ia malah mengalami hal aneh tentang
seorang wanita misterius bernama Constanta.
Malam
pun tiba, Jungmo mengemasi barang2nya dan berniat akan pulang ke Seoul besok
pagi. Dia memasukkan beberapa helai pakaian ke kopernya. Dia mengambil
sebingkai foto yang tergeletak di kasurnya. Foto Constanta. Dia meminta izin
kepada Tuan Kagawa untuk menyimpan foto Constanta. Jungmo duduk dikasurnya
sambil memandangi foto itu. Di foto itu, Constanta sedang tersenyum. Cantik
sekali.
Tiba-tiba
sebuah cahaya terlihat dari rumah Constanta.
Anehnya kali ini cahaya itu berkedip-kedip seperti sandi Morse. Awalnya
Jungmo tidak menyadarinya. Hingga ia yakin kalau cahaya itu membentuk sandi
Morse “HELP” berarti tolong. Tanpa pikir panjang, Jungmo pun langsung keluar
dari pondoknya dan bergegas menuju doknya. Dia pun mengarahkan perahunya ke
rumah Constanta.
Seperti
tertarik oleh kekuatan magis, Jungmo tidak peduli dengan kegelapan dan
keheningan dibukit itu. Dia tetap menuju ke rumah Constanta yang kini terang
benderang. “Mungkin Constanta butuh pertolongan. Mungkin dia sedang ketakutan
sekarang” gumam Jungmo pelan. Dia seperti lupa kalau Constanta sudah meninggal
bertahun-tahun sebelum Jungmo datang ke tempat ini. Jungmo mulai kehilangan
akal sehatnya.
Dia
tiba didepan rumah, memutar kenop pintu perlahan. Rumah itu tidak terkunci.
Beberapa lampu menyala, padahal tadi siang dia tidak bisa menyalakan satu pun
lampu pun. Keadaan rumah sepi, tidak ada tanda-tanda keberadaan Constanta
dirumah itu. Tiba-tiba…
“Bukkkk!!!” sebuah benda keras menghantam kepala
Jungmo dari belakang. Jungmo langsung jatuh tersungkur tidak sadarkan diri.
“Sudah
kubilang dia akan datang” kata Tiffany yang muncul dari belakang Yunho. Yunho
baru saja memukul kepala Jungmo dengan sebatang balok kayu yang cukup berat.
Tiffany masuk ke rumah kemudian mematikan semua lampu. Yunho menyeret tubuh
Jungmo keluar rumah. Tiffany membantunya. Keduanya membawa Jungmo hingga ke dok
dan meletakkan tubuhnya ke perahu motor milik Constanta.
Yunho
mengikat kaki Jungmo dengan tali yang sangat kuat pada sebuah jangkar sementara
Tiffany menyalakan perahu motor dan mengendarainya memutar kearah belakang
bukit dan rumah itu.
“Kau
yakin ini akan berhasil?” tanya Yunho. Dia agak kurang yakin dengan rencana
dadakan Tiffany ini.
“
Tentu saja “ Tiffany menjawab yakin. Mereka pun tiba disebuah sudut kecil
antara bukit itu dengan sebuah batu besar. Tanpa sepengetahuan mereka, Jungmo
sudah sadarkan diri. Dia membuka matanya perlahan. Kepalanya masih sakit akibat
hantaman tadi. Tapi ia bisa melihat dengan jelas kalau sahabatnya dan istrinya
kini sedang berada didepannya, berusaha membunuhnya.
“A-apa
ya-ng ka-kalian la-lakukan?” Jungmo berusaha bangkit meski kepalanya sakit. Tapi
ia tidak berdaya karena kakinya terikat kuat pada sebuah jangkar yang cukup
berat. Yunho dan Tiffany tersentak kaget melihat Jungmo sadarkan diri.
“Seharusnya
kau pukul lebih keras” Tiffany terlihat sedikit khawatir
“Aku
sudah memukulnya cukup keras!” kata Yunho. Dia pun buru-buru melemparkan
jangkar kedalam danau. Jangkar itu meluncur dengan cepat kedalam danau dan
menarik tubuh Jungmo kedalam air. Perahu agak miring ketika tubuh Jungmo mulai
tercebur kedalam danau. Jungmo panik, ia berusaha berpegangan pada pinggiran
perahu hingga perahu itu kehilangan keseimbangan, tapi Tiffany buru-buru
melepaskan pegangan tangan Jungmo.
“Kenapa
kau melakukan ini padaku?” tanya Jungmo. Air matanya menitik dari ujung
matanya. Dia tidak percaya, Tiffany-istrinya yang sudah ia nikahi selama dua
tahun berkomplot dengan Yunho-sahabatnya sendiri untuk menghabisi nyawanya.
“Maafkan
aku Jungmo. Tapi kau harus mati!” Tiffany mendorong tubuh Jungmo dengan kuat,
pegangan Jungmo terlepas, dia pun masuk kedalam air. Jangkar itu menarik
tubuhnya dengan cepat kemudian berhenti karena tertambat pada sebuah karang
besar. Seluruh tubuhnya sudah berada didalam air, dia berusaha berenang keatas
tapi tali itu mengikat kakinya dengan kuat. Jungmo masih bisa mendengar ketika
perahu motor Tiffany dan Yunho meninggalkan tempat itu, meninggalkan ia yang
mungkin akan mati tenggelam sebentar lagi.
Tenaga
Jungmo makin melemah. Dia hampir kehabisan napas. Dia pun menghentikan usahanya
melepaskan diri. Tiba-tiba dia teringat pada Constanta.
“Jadi
seperti inilah yang kau alami?!” batin Jungmo. Dia tidak menyangka akan
mengalami nasib seperti Constanta yang dikhianati oleh pasangan hidupnya dan
sahabatnya sendiri. Jungmo memejamkan matanya. Dia sudah benar-benar kehabisan
napas. Namun, tiba-tiba ia merasakan sebuah gerakan didekatnya, dia membuka
matanya perlahan dan..
“Constanta!”
serunya dalam hati saat sosok Constanta kini berada didepannya. Rambutnya yang
panjang terurai dengan indah, pantulan cahaya bulan dipermukaan danau sedikit
memberi penerangan didalam air. Wanita itu tersenyum kemudian mencium bibir
Jungmo berusaha memberikan pernapasan bantuan. Setelah itu, Constanta bergerak
kearah kaki Jungmo yang terikat dijangkar kemudian memotong talinya.
Meski
sudah diberi pernapasan bantuan, tapi keadaan Jungmo semakin melemah karena dia
sudah berada didalam air cukup lama. Jungmo pun tak sadarkan diri. Constanta
berenang ke atas permukaan danau sambil memegangi tubuh Jungmo. Dia terus
berenang hingga ke tepi danau tak jauh dari dok rumahnya. Dia menyeret tubuh
Jungmo hingga menjauhi permukaan danau.
“
Sudah kuduga, mereka pasti akan tetap membunuhnya “ katanya lantas memberikan
pernapasan bantuan pada Jungmo.
“
Kumohon bertahanlah” katanya sambil terus memberikan pernapasan bantuan pada
Jungmo tapi pria itu tidak kunjung siuman. Detak jantungnya kian melemah.
“Kumohon
bangunlah!” air matanya mulai menetes dari ujung matanya saat Jungmo tidak
bereaksi apa-apa. Dengan segenap hatinya, dia tidak ingin Jungmo mati.
“
Kumohon! Kim Jung Mo bangunlah!” Constanta berseru pelan. Lalu kemudian, ada
gerakan pelan dari Jungmo. Pria itu batuk perlahan berusaha mengeluarkan air
dari tenggorokannya. Dia mulai membuka matanya, dan tersenyum mendapati sosok
Constanta berada disampingnya sekarang.
“
Syukurlah kau baik-baik saja” ada kelegaan yang luar biasa dari nada suara
Constanta saat Jungmo akhirnya sadarkan diri. Dia memeluk Jungmo.
“
Aku tahu kau nyata. Aku yakin kau nyata” ujar Jungmo sambil memegang wajah
Constanta. Kini dia makin yakin kalau Constanta benar-benar nyata. Wanita itu
sudah menyelamatkan nyawanya. Tapi Constanta tidak memakai gaun seperti yang
biasa ia pakai. Saat ini, dia memakai jaket kulit dan celana jeans serta
membiarkan rambutnya terurai hingga pinggang.
“
Kau akan baik-baik saja mulai sekarang” katanya pelan. Wanita itu mengeluarkan
sesuatu dari saku celana jeansnya. Sebuah botol beling kecil berbentuk pipa
yang bulat dan panjang. Dia mengocok botol itu beberapa kali kemudian membuka
tutupnya lantas mengarahkannya kehidung Jungmo. Saat Jungmo menghirup aroma
dari cairan yang berada di botol itu, dia pun kembali tak sadarkan diri.
***
Jungmo
membuka matanya perlahan. Dia memandang kesekeliling. Butuh beberapa menit
sampai ia benar-benar yakin kalau dia sudah berada dikamarnya di pondoknya.
Sinar matahari pagi yang masuk melalui jendela sedikit menyilaukan matanya. Dia
menarik selimutnya dan berusaha melindungi diri dari silaunya sinar matahari.
“Ah~
kau sudah bangun rupanya” Nyonya Kagawa masuk kedalam kamar sambil membawa
sebuah nampan kemudian meletakkannya di meja kecil disebelah tempat tidur
Jungmo. Semangkuk mie soba yang hangat, semangkuk nasi dan sepiring salad serta
secangkir ocha panas. Aromanya membuat selera makan Jungmo muncul. Dia memang
sedang lapar. Nyonya Kagawa membantunya untuk duduk.
“Arigatogozaimasu”
ucap Jungmo sambil tersenyum
“Bagaimana
keadaanmu?” tanya Nyonya Kagawa sambil menyerahkan nampan itu kepada Jungmo
lalu duduk disebelahnya.
“
Baik. Kenapa aku bisa ada disini?” samar-samar Jungmo ingat bahwa semalam dia
datang ke rumah Constanta karena cahaya lampu bersandi Morse. Kemudian Yunho
menyerangnya. Tiffany juga ada disitu. Mereka berencana membunuh dirinya dengan
cara mengikatkan dirinya pada sebuah jangkar dan menenggelamkannya. Beruntung
Constanta menyelamatkan dirinya dan membawanya keluar dari danau.
“
Kami melihat ada asap dari bukit itu. Kami takut terjadi sesuatu yang buruk,
makanya kami langsung menuju kesana. Saat sampai disana, kami menemukan kau
yang sedang pingsan tak jauh dari perahu motormu yang terbakar” kata Nyonya
Kagawa.
“
Dimana Constanta?” Jungmo menanyakan wanita itu. Nyonya Kagawa kembali
memandanginya dengan tatapan aneh.
“Tidak
ada siapa pun disana. Hanya kau” lirihnya. Jungmo tahu Nyonya Kagawa pasti akan
berkata seperti itu. Dia pun memilih diam, tak ingin bersikeras dengan apa yang
telah dilihatnya tadi malam. Constanta benar-benar nyata dan menolongnya tapi
tidak ada yang percaya padanya. Jungmo pun hanya menyimpan kenyataan itu untuk
dirinya sendiri.
“Makanlah
dan beristirahat” ujar Nyonya Kagawa kemudian meninggalkan Jungmo sendirian.
Jungmo memandang kearah bukit tempat rumah Constanta dari jendela kamarnya.
Bukit itu tampak biasa seperti saat ia baru pertama kali datang. Namun, bagi
Jungmo bukit itu menyimpan kenangan yang menyenangkan sekaligus menyakitkan.
Disana ia bertemu dengan Constanta dan jatuh cinta padanya. Disana pula
istrinya dan sahabatnya mencoba membunuhnya entah karena alasan apa. Mungkin
alasan yang sama seperti suami dan sahabat Constanta saat mereka menghabisi
nyawa wanita itu.
“
Terima kasih Constanta”
#####
Dua bulan kemudian
Perfektur Akita, Jepang
Jungmo
kembali ke kota Semboku, kembali mengunjungi danau Tazawa. Kali ini dia datang
untuk berlibur dan berusaha meredakan kesedihan karena duka yang mendalam
setelah kematian Yunho dan Tiffany yang mengenaskan.
Seminggu
setelah percobaan pembunuhan yang mereka lakukan pada Jungmo, keduanya
mengalami kecelakaan mobil saat kabur diam-diam ke Busan. Keduanya tewas
seketika. Meski mereka pernah berusaha membunuhnya tapi Jungmo tetap merasakan
duka yang mendalam. Keduanya pernah menjadi orang2 terpenting dalam hidupnya.
Dia sangat menyayangi keduanya. Dan Jungmo cukup shock karena kejadiannya
persis seperti yang dialami Constanta.
Jungmo
menempati pondok yang sama. Tempat itu tidak banyak berubah. Jungmo berniat
membeli pondok itu agar ia bisa datang kesini sesuka hatinya karena hanya
disinilah ia bisa mengenang Constanta dan merasa dekat dengannya.
###
“Halo”
gadis itu mengangkat teleponnya yang berdering saat ia sedang duduk di sebuah
batu besar sambil memandang kearah danau Tazawa.
“Kau
sudah sampai?” kata seorang pria yang berada diujung telepon
“Sudah
dari kemarin. Kenapa baru menelponku sekarang?” gadis itu terlihat kesal karena
lawan bicaranya telat menanyakan kabarnya.
“
Sorry sist, I’m on a mission now. Harusnya kau senang karena aku masih
menyempatkan waktuku untuk menelponmu”
“
What? So I have to say wow, huh?!” gadis itu mengerucutkan bibirnya.
“
Jadi, kau sudah bertemu dengan pria itu?”
“ Disini?
Belum. Mungkin ia tidak akan datang dalam waktu dekat ini” ujar gadis itu
sedih. Dia memainkan sebuah ranting pohon dengan tangannya.
“
Hahaha. Pria itu sungguh hebat! Bisa membuat adikku yang bodoh ini bersedih
seperti itu”
“
Hei!!! Aku tidak bodoh!!!” gadis itu menggerutu karena kakaknya meledeknya.
Kakak laki-lakinya itu malah tertawa keras diujung telepon.
“
Tapi dia memang hebat “ lanjut gadis itu lagi. Wajahnya bersemu merah saat
kembali memikirkan pria itu.
“
Iya dia hebat. Dia bisa membuatmu berpaling dari misi dan memilih untuk
menyelamatkan nyawanya ketimbang membunuhnya”
“
Iya” gadis itu mengiyakan. Kim Jung Mo mungkin bukan pria yang luar biasa. Dia
hanya seorang gitaris sebuah band dan anak bungsu dari keluarga yang cukup
terpandang dibidang musik. Selain itu dia hanya seorang pria biasa yang
memiliki nasib jelek karena istri dan sahabatnya berkomplot untuk membunuhnya
demi harta warisan.
Gadis
itu teringat kembali saat Tiffany menceritakan tentang Jungmo yang memiliki
temperamen buruk dan sangat kasar. Tiffany bilang Jungmo akan membunuhnya
karena ingin menikah dengan wanita lain. Namun, kenyataannya terbalik. Justru
Tiffany yang akan membunuh Jungmo demi menikah dengan Yunho.
“Aku
tahu dia tidak jahat makanya aku membatalkan misi itu” kata gadis itu.
“
Aku percaya padamu. Insting kita tidak pernah salah kan?!”
“
Iya”
“
Hey, are you falling in love with him?” gadis itu tersentak dengan pertanyaan
kakaknya
“
Wh-what the hell? No!” gadis itu menjawab dengan agak terbata tapi mukanya
memerah. Jelas sekali ia berbohong.
“
Hahahaha. I know you’re lying sist! Kau tidak bisa membohongiku!”
“
Kau ini apa-apaan!!! Sudahlah aku tidak mau membahasnya!”
“Hahaha!
It’s okay if that’s true sist~ walaupun kita pembunuh bayaran tapi kita juga manusia
yang bisa jatuh cinta kan?!”
“
Iya sih~ tapi~ “
“Tapi
apa?”
“Tapi
kita tidak mungkin bisa hidup bersama dengan orang yang kita cintai kan?!”
“Ayah
dan Ibu saling mencintai kan?! Mereka bisa hidup bersama”
“Tapi
Ibu tahu soal Ayah”
“Kalau
begitu kau katakan siapa dirimu sebenarnya pada pria itu”
“Apa?
Tidak mungkin! Dia pasti akan meninggalkanku!”
“Kalau
begitu berarti dia tidak mencintaimu. Tinggalkan saja dia dan cari pria lain
yang bisa menerimamu dan keluargamu apa adanya”
“Min
Woo oppa! Sudahlah! Tidak usah membahas pria itu” gadis itu mulai sebal bila
kakaknya mulai menceramahinya.
“Oke,
oke. Aku harus pergi sekarang. Kau jaga dirimu baik-baik. Hubungi aku bila ada
masalah. Bye sist!”
“Bye”
gadis itu pun menutup teleponnya. “ Min Woo oppa selalu sok tahu deh” dia
menggerutu pelan. Dia kembali memikirkan Kim Jung Mo, laki-laki yang menjadi
target pembunuhannya tapi dia malah menyelamatkan nyawanya. Gadis itu berubah
pikiran saat Jungmo berada didekatnya. Pria itu ramah dan hangat. Dia juga
teman mengobrol yang menyenangkan. Matanya sangat tulus dan lembut, gadis itu
yakin Jungmo tidak mampu bersikap kasar pada wanita. Instingnya tidak pernah
salah.
Dia
jatuh cinta pada Jungmo saat pria itu menciumnya pertama kali. Ciuman lembut
yang tidak akan pernah dilupakannya. Juga saat-saat dimana mereka bersentuhan
hari itu. Hal itu merupakan yang pertama baginya dan Jungmo dengan jujur bilang
bahwa ia sudah menikah dan dalam proses bercerai dengan istrinya. Gadis itu
sangat bahagia saat melewati hari-hari bersama Jungmo yang singkat meski dengan
identitas sebagai Constanta.
Gadis
itu pun bangkit. Dia menepuk-nepuk celana jeansnya yang agak kotor kemudian
berjalan menuju rumah. Langkahnya berubah pelan dan hati-hati saat ia mendapati
seorang pria sedang memotret pemandangan disekitar rumahnya.
“Ohayogozaimasu”
gadis itu mengejutkan pria itu dari belakang. Pria itu tampak tersentak kaget
kemudian menoleh kearahnya,
“Ohayogozaimas….”
Pria itu tidak melanjutkan kata-katanya karena ia sangat terkejut melihat gadis
itu. Bahkan ia hampir tersandung oleh ranting yang berada dibelakangnya saking
terkejutnya.
“Apa
yang sedang Anda lakukan disini?” gadis itu bertanya dengan ramah.
“Constanta”
gumam pria itu pelan
“Eh~
maaf?” gadis itu terlihat tidak mengerti dengan ucapan pria tadi.
“Maafkan
aku. Aku hanya sedang memotret pemandangan disini” tutur pria itu
“Ah~
I see. Pemandangan disini memang indah” gadis itu tersenyum lagi.
“
Aku Kim Jung Mo. Siapa namamu?” tanya Jungmo yang penasaran karena gadis itu
mirip sekali dengan Constanta meski memakai sweater rajut dan celana panjang
jeans serta membiarkan rambut hitamnya terurai hingga pinggang.
“
Aku Oh Ji Min “
[ THE END ]
by @hiki0717
Note : Constanta atau Constance adalah tokoh
protagonist di drama musikal The Three Musketeers dan JMin yang memerankan
tokoh ini ;)
omg omg omg its amazing! Quite complicated though tapi keren hihihi
ReplyDeleteEndingnya juga bagus ㅠwㅠ♡ J-minjungmo yayy!
pokoknya bagus banget deh, Great job kaaaaaak! ;---)