Friday, 15 March 2013

Constanta

Constanta

Terinspirasi dari film suspense “Half Light” starred by Demi Moore. Just enjoy reading and no bash. Saya tidak dengan maksud sengaja untuk memakai karakter2 tersebut. And please comment. Thanks ;)

Seoul, Korea Selatan
            “Kau yakin akan pergi?” Yunho bertanya sekali lagi saat Jungmo mengepak barang-barangnya. Dia telah selesai memasukkan beberapa bajunya ke koper yang cukup besar. Dan kini, mengepak beberapa buku kedalam kardus kecil yang telah disiapkannya.
            “Iya” Jungmo menjawab singkat. Wajahnya terlihat muram. Dia sedang mengalami masa-masa yang berat dalam karir bermusiknya. Labelnya mendesak agar TRAX-bandnya- mulai membawakan genre musik yang sedang hits saat ini. Padahal itu berbeda jauh dengan ciri khas TRAX sejak awal. Akhirnya mereka pun bersitegang dan manajernya menyuruh Jungmo dan bandnya untuk hiatus sementara dan memecahkan masalah itu.
            “Berapa lama?” tanya Yunho lagi. Dia terlihat mengkhawatirkan sahabatnya itu. Yunho tahu kalau Jungmo sedang mengalami hari-hari yang sulit. Beberapa waktu lalu, Jungmo pun sempat berselisih dengan keluarganya.
            “Aku tidak tahu. Mungkin agak lama. Aku ingin menenangkan pikiranku” Jungmo menghela napas. Yunho mengangguk paham. Jungmo membawa koper2nya keluar, diikuti Yunho yang membantu membawakan kardus kecilnya. Mereka menaruhnya dibagasi taksi yang sudah siap mengantar Jungmo ke bandara.
            “Kabari aku kalau kau sudah sampai” kata Yunho sambil memeluk sahabatnya dengan erat.
            “Pasti” sahut Jungmo lantas masuk kedalam taksi.

#####

Perfektur Akita, Jepang

            Hari sudah menjelang sore saat Jungmo mengendarai mobilnya menyusuri jalan-jalan kecil di pinggir hutan tak jauh dari Danau Tazawa. Dia sengaja memilih tempat yang terpencil jauh dari orang-orang untuk menenangkan diri. Bukan ingin menghindar dari masalah, tapi dia butuh udara segar agar ia bisa menyelesaikan banyak masalah yang akhir-akhir ini menimpanya.
Tak lama kemudian ia tiba disebuah pondok kecil yang tak jauh dari pinggir hutan. Pondok itu hanya satu-satunya rumah yang berada di jalan itu. Pondok itu terletak tak jauh dari Danau Tazawa dan memiliki pemandangan yang sangat indah.
Jungmo merogoh saku mantelnya mencari sebuah kunci. Dia menyalakan saklar lampu yang berada tak jauh dari pintu masuk. Jungmo mengamati keadaan sejenak. Pondok itu lumayan besar dan cukup terawat untuk sebuah pondok tak berpenghuni. Pemiliknya sengaja menyewakan pondok itu untuk orang-orang yang ingin berlibur atau mengasingkan diri dari hiruk pikuk dunia. Suasananya pun sangat asri dengan pemandangan indah danau Tazawa, pohon momiji dan sakura yang tumbuh mengelilingi danau itu. Pondok itu juga memiliki sebuah perahu motor kecil yang bisa digunakan untuk mengarungi danau dan menikmati kejernihan airnya.
Jungmo meletakkan kopernya dikamar, mengeluarkan beberapa bajunya dan menatanya di lemari. Kamarnya menghadap langsung kearah danau. Jungmo memperhatikan ada sebuah cahaya kecil yang berada dibukit diseberang danau. Cahayanya agak redup dan tidak terlalu jelas karena tertutup sedikit kabut.
“Mungkin ada rumah lain disana” gumamnya pelan. Ia pun tidak ambil pusing soal itu. Setelah selesai mandi, ia bergegas ke dapur dan memasak ramen instan yang tadi ia beli dalam perjalanannya ke pondok. Ia pun kembali menelpon Yunho dengan ponselnya
“ Aku sudah sampai” Jungmo mengabari
“ Syukurlah. Bagaimana disana?” tanya Yunho
“ Pemandangannya indah sekali disini. Kau memilih tempat yang tepat”
“Benar kan?! Aku yakin kau pasti suka. Bersenang-senanglah disana”
“Oke. Thanks” Jungmo menutup teleponnya. Ia memilih memakan ramennya dikamar sambil menikmati pemandangan danau dimalam hari. Cahaya itu mulai terlihat terang dilangit yang gelap. Sedikit membuatnya penasaran, karena tadi di kota, beberapa warga disana bilang tidak ada yang tinggal disekitar pondok Jungmo.
“ Tapi sebagian dari mereka juga tidak yakin. Mungkin mereka salah dan ada yang tinggal disana” katanya dalam hati.
Setelah selesai makan, Jungmo meraih gitarnya yang sengaja ia bawa agar ia tidak bosan dan bisa membuat beberapa lagu. Dia pun mengeluarkan buku musiknya dari dalam tas. Selembar foto terbang keluar dari dalam buku itu. Foto dirinya bersama Tiffany,istrinya yang mungkin sebentar lagi akan menjadi mantan istrinya.
Alasan Jungmo pergi yang paling utama adalah karena ia sedang menghadapi masalah dengan istrinya. Jungmo sangat mencintai Tiffany bahkan memujanya. Dia akan menuruti semua keinginan istrinya itu meski kadang berlebihan. Tapi beberapa bulan terakhir ini, Tiffany mulai berubah. Dia mulai sering marah dan cemburu tanpa alasan. Dia menjadi sering keluar rumah tanpa mengabari Jungmo keberadaannya. Saat Jungmo menegurnya, dia malah balik memarahi Jungmo yang menurutnya terlalu ikut campur urusannya.
Parahnya, orangtuanya malah membela Tiffany dan menganggap Jungmo lah yang menelantarkan istrinya karena terlalu larut dengan kehidupannya sebagai musisi.
“ Mungkin memang aku yang salah “ kata Jungmo. Dia agak menyesal sudah mengajukan surat tuntutan cerai pada Tiffany.

#####

Keesokan paginya

            Jungmo membawa kameranya dan bergegas menuju dok kecil disamping pondoknya. Dia akan mengunjungi bukit kecil tempat cahaya itu berasal kemarin. Dia pun melepaskan tali pengekang perahu dari tempatnya kemudian mengendarainya menuju bukit itu. Pemandangan Danau Tazawa dari dekat lebih menakjubkan lagi. Airnya cukup jernih. Pohon momiji sedang bermekaran, pemandangan disekitar danau itu pun berubah menjadi berwarna jingga keemasan yang cantik.
            Semakin dekat, Jungmo bisa melihat ada sebuah pondok lain di bukit itu. Perkiraannya tepat. Memang ada rumah lain didekat pondoknya. Jungmo pun menambatkan perahunya dibawah dok yang terletak tak jauh dari rumah itu. Dia menyematkan tali pengekang perahunya dengan kuat kemudian berjalan menuju rumah. Rumah itu sedikit lebih besar dari pondoknya. Bukit itu terpisah dari daratan seperti sebuah pulau kecil dan rumah itu menjadi satu-satunya rumah dibukit itu. Bukit itu cukup luas, dengan hamparan rerumputan yang luas dan ditumbuhi banyak pepohonan.
            Jungmo memotret pemandangan disekitar rumah itu beberapa kali sambil berdecak kagum.
            “ Ohayougozaimasu “ sebuah suara mengagetkan Jungmo dari belakang. Dia agak terkejut mendapati seorang gadis saat ia menoleh ke belakang.
            “O-ohayogozaimasu “ jawabnya sambil tertunduk malu karena tertangkap basah sedang memotret rumah seseorang tanpa izin. Jungmo mengamati gadis itu. Gadis Jepang yang mungkin berusia lebih muda darinya. Anenhya, ia memakai gaun panjang era abad Pertengahan Eropa berwarna putih. Dia juga membentuk gaya rambutnya seperti gaya rambut gadis bangsawan abad Pertengahan. “Siapa gadis ini? Kenapa memakai baju seperti itu?” tanya Jungmo dalam hati.
            “Apa yang sedang Anda lakukan disini, Tuan?” gadis itu bertanya dengan sopan.
            “ Maaf. Aku hanya sedang jalan-jalan disekitar danau dan menemukan tempat ini. Maafkan aku bila mengganggu Anda” Jungmo meminta maaf. Tapi gadis itu tersenyum. Sesaat, Jungmo terpesona dengan senyuman gadis itu.
            “ Tidak apa-apa. Pemandangan disini memang sangat indah” kata gadis itu.
            “Dia cantik sekali” batin Jungmo. “Oh Tuhan! Maafkan aku! Tidak seharusnya aku tertarik pada wanita lain” Jungmo memarahi dirinya sendiri.
            “ Ah~ un~ Namaku Kim Jung Mo. Aku dari Seoul” Jungmo memperkenalkan diri
            “ Namaku Constanta. Aku tahu namaku aneh untuk nama orang Jepang. Tapi memang begitulah adanya” kata gadis itu dengan ramah. Keduanya pun tersenyum. Mereka pun berjalan-jalan disekitar bukit itu sambil mengobrol. Constanta merupakan orang yang sangat ramah untuk tipe gadis Jepang yang tinggal di daerah terpencil. Jungmo merasa nyaman berada didekatnya meski baru pertama kali bertemu.
            “ Jadi, apa yang membawamu mengunjungi Danau Tazawa ini, Tuan Kim?” tanya Constanta ketika gadis itu mengajak Jungmo kerumahnya. Mereka duduk diteras depan rumah sambil menikmati pemandangan. Constanta menyajikan segelas ocha panas dan beberapa kue kering untuk menjamu Jungmo
            “ Sudah kubilang panggil saja aku Jungmo “
            “ Hai. Gomen nasai. Maksudku Jungmo” Constanta terlihat menyesal. Jungmo malah jadi tidak enak membuat Constanta jadi merasa bersalah.
            “ Aku sedang berlibur dan menenangkan diri. Aku tinggal dipondok diseberang sana” Jungmo menunjuk kearah pondoknya. Constanta menoleh kearah yang ditunjuk Jungmo
            “ Ah~ sou desu ka. Jarang ada orang yang menghuni pondok itu disaat-saat seperti ini” kata Constanta. Jungmo mengangguk. Dia memang datang kesini bukan pada musim liburan.
            “ Kau sudah lama tinggal disini?” tanya Jungmo sambil memandang kesekeliling. Rumah itu cukup sederhana. Perabotannya terlihat sudah usang, tapi gadis itu sepertinya sangat merawat rumahnya. Meskipun terlihat tua, tapi rumah itu cukup bersih dan nyaman.
            “ Ya. Sejak aku menikah dengan suamiku. Kami membangun rumah ini sesuai dengan keinginan kami. Rumah ini merupakan rumah impian kami” Constanta tersenyum saat menceritakannya. Terlihat sekali kalau ia bahagia dengan pernikahannya. Sejenak, Jungmo merasa iri dengan Constanta.
            “ Dimana suamimu sekarang? Aku merasa tidak enak berada disini” Jungmo merasa dirinya agak lancang bertamu kerumah seorang wanita yang sudah bersuami sementara suaminya sedang pergi. Dia tidak ingin ada kesalahpahaman yang mungkin bisa membuat pernikahan Constanta berantakan.
            “ Dia sudah meninggal beberapa waktu lalu “ Constanta menjawab sedih. Matanya sedikit berair seperti hendak menangis.
            “ Maafkan aku. Aku tidak bermaksud…”
            “Tidak apa-apa” belum sempat Jungmo menyelesaikannya, Constanta memotong kalimatnya. Dia tersenyum sambil menyeka air matanya dengan punggung tangannya. Jungmo merasa iba padanya. “Wanita semuda dia harus menanggung kesedihan yang mendalam karena suaminya meninggal” batin Jungmo. Ingin rasanya ia memeluk Constanta saat ini juga.
            “Aku memakai gaun ini setiap pagi untuk mengenang suamiku. Dia sangat senang saat aku mengenakannya. Ini merupakan gaun favorit kami berdua” sekali lagi Constanta terlihat bahagia saat bercerita tentang suaminya. Dan sekali lagi Jungmo merasa iri dan berharap Tiffany bisa seperti Constanta.
            “ Kau terlihat cantik saat mengenakan gaun itu” kata-kata itu meluncur begitu saja dari mulut Jungmo tanpa disadarinya. Dia pun terlihat kikuk setelahnya. Constanta tertawa kecil melihat sikap Jungmo yang salah tingkah.
            “ Domoarigatou. Anda juga terlihat tampan” katanya sambil tersenyum. Jungmo ikut tersenyum. Entah apa yang sedang terjadi, tapi Jungmo selalu merasa terpesona dengan senyuman Constanta. Seakan senyumannya bisa menghipnotisnya dan menimbulkan sengatan-sengatan aneh disekujur tubuhnya.
            “Eh~ terimakasih” Jungmo menggaruk kepalanya. Wajahnya agak bersemu merah karena Constanta memuji dirinya.
            “ Ah~ sudah siang, aku harus pulang” kata Jungmo seraya beranjak dari tempatnya. Constanta mengantar Jungmo hingga ke dok tempat Jungmo menambatkan perahu motornya.
            “ Terima kasih sudah mengajakku berkeliling. Hari ini aku senang sekali”
            “ Sama-sama. Kau bisa datang lagi kesini kapan saja. Datang saja kerumahku”
            “ Aku pasti datang lagi. Terimakasih sekali lagi” Jungmo pun menyalakan mesin perahu motornya. Dia melambaikan tangannya pada Constanta kemudian mengarahkan perahunya kembali ke pondoknya.
***
            Hari-hari pun berlalu. Hampir setiap hari Jungmo mengunjungi Constanta. Kadang di pagi hari atau setelah tengah hari. Biasanya mereka berjalan-jalan disekitar bukit, memancing didanau atau mengobrol seharian diteras rumah. Mereka selalu punya bahan obrolan yang menyenangkan. Constanta sering menceritakan tentang danau Tazawa, legendanya, kebiasaan masyarakat disekitarnya dan lainnya.
“ Kau tahu~ ada legenda tentang seorang putri yang menjadi naga di danau ini” Constanta memberitahu. Mereka tengah mengobrol di teras belakang rumah sambil menikmati pemandangan pohon momiji yang bersemi indah disekeliling danau.
“ Benarkah?! Seperti apa ceritanya?” tanya Jungmo penasaran.
“ Dahulu kala, ada seorang putri yang bernama Tatsuko. Dia mendambakan kecantikan abadi. Kemudian dia berdoa kepada Buddha dan Buddha mengabulkannya dengan syarat dia harus meminum air yang berada ditengah gunung. Tapi setelah meminumnya ia malah semakin merasa haus dan dirinya pun berubah menjadi naga. Setelah menyesali perbuatannya, ia menceburkan diri ke danau Tazawa dan hidup sebagai naga didanau ini”
“ Dia kasihan sekali “
“ Aku rasa tidak. Dia terlalu tamak dan Buddha memberikan balasannya. Tidak ada keabadian selain hanya milik Tuhan” kata Constanta dengan mantap. Jungmo terperangah dengan kalimat Constanta tadi. Sudah lama sekali dia tidak pernah seseorang berkata seperti itu padanya. Tapi saat ini, didepannya seorang wanita yang baru ia kenal mengatakan kalimat yang indah tentang Tuhan.
Giliran Jungmo yang kemudian menceritakan tentang negaranya, Korea Selatan. Tentang Seoul, tentang kampung halamannya, Miari dan sebagainya.
            “Wah~ aku ingin mengunjungi Korea suatu hari nanti” ujar Constanta senang saat Jungmo menceritakan tentang negaranya.
            “ Kau harus mengunjunginya dan kau tidak akan menyesal. Aku akan menemanimu berkeliling nanti” sahut Jungmo.
            “Benarkah? Senang sekali mendengarnya. Aku akan pergi bila sudah siap. Aku masih ingin berada disini, entah sampai kapan” tiba-tiba wajah Constanta berubah sedih.  Dia kembali teringat suaminya. Tanpa sadar, Jungmo mengalungkan lengannya kebahu wanita itu dan mengarahkan kepala Constanta kedadanya. Wanita itu pun tidak menolak. Dia menyandarkan kepalanya didada Jungmo.
            Agak lama mereka berdiam dalam posisi seperti itu, hingga akhirnya Constanta melepaskan lengan Jungmo dengan lembut dari bahunya.
            “Maafkan aku” Wanita itu berkata lirih.
            “Tidak. Aku yang harusnya minta maaf karena lancang” kata Jungmo merasa bersalah.
            “ Tidak apa-apa” Constanta tidak menganggap Jungmo telah bersikap lancang. Dia malah merasa lega karena mempunyai sandaran setelah sekian lama. Mereka masih saling terdiam, tenggelam dengan pikiran masing2. Kemudian Jungmo menatap Constanta lekat-lekat lantas mencium bibirnya dengan lembut. Awalnya Constanta bereaksi agak terkejut namun kemudian wanita itu membiarkan Jungmo menciumnya.
            Keduanya berciuman dengan lembut dan hangat tanpa merasa kikuk sedikit pun. Ciuman mereka pun semakin dalam saat Jungmo membimbing Constanta hingga kekamar wanita itu. keduanya masih berciuman saat melewati ruang-ruang dirumah Constanta. Mereka berbaring ditempat tidur, masih berciuman sambil melepaskan pakaian masing-masing.
            “ Moshi sore o shitakunainara, watashi mo shinai.. ” kata Jungmo saat melepaskan ciumannya. Mereka berhenti sejenak, Constanta menatap Jungmo. Entah apa yang sudah merasukinya hingga ia tidak keberatan Jungmo menyentuhnya dan ia siap dengan segala resiko yang akan dihadapinya.
            “ikara ya…  tsu te… ” Constanta berkata lirih.
***
            Keduanya terbangun saat hari sudah malam. Entah sudah berapa lama mereka tidur setelah melakukannya beberapa kali. Constanta menyandarkan kepalanya didada Jungmo. Keduanya berbaring sambil berpelukan.
            “ Maafkan aku. Seharusnya aku tidak melakukan ini padamu” Jungmo merasa bersalah pada Constanta karena telah menyentuh wanita itu padahal ia adalah pria yang sudah menikah meski sekarang dalam proses bercerai.
            “ Aku sudah menikah “ katanya lagi. Constanta diam saja tampak tidak terkejut dengan pengakuan Jungmo.
            “ Aku tidak bermaksud menjadikanmu sebagai pelampiasan karena masalahku” Jungmo mengelus kepala Constanta dengan lembut.
            “Aku tahu. Tidak apa-apa kok” Constanta menjawab pelan. Dia menatap Jungmo sambil tersenyum.
            “ Tinggalah disini hingga besok pagi” pinta Constanta sambil merapatkan tubuhnya ke Jungmo lebih dekat.
            “ Tentu” Jungmo mengecup kening wanita itu. Mereka pun kembali berciuman.
            “ Aaa~ kau mengenal Tuan Kagawa yang memiliki toko ikan dikota?” tanya Jungmo
            “ Ya. Tentu. Kenapa?”
            “ Dia mengajak warga kota untuk minum sake bersama besok siang. Kau mau datang? Aku akan menjemputmu nanti”
            “ Aku akan datang. Kau tidak perlu menjemputku”
            “ Benarkah? Baiklah kalau begitu. Aku tunggu dirumah Tuan Kagawa besok siang”
***
Keesokan harinya.
            “nuni nuni neoman, baraboge haneun girl, nae mami mami neoreul gadeuk chaewobeorin geol, badajwo ne mam, aetage neol waiting baby… “ Jungmo menulis beberapa lirik di buku musiknya sambil menyesuaikan nadanya dengan gitar. Dia sedang menulis sebuah lagu. Lagu tentang Constanta yang sudah merebut hatinya dalam waktu beberapa hari.
            Dia kembali memikirkan Constanta. Dia benar-benar tertarik pada wanita itu. Senyuman manisnya, tutur katanya yang lembut dan sopan, tatapannya yang menyejukkan, dan kecantikannya yang alami. Tapi kemudian Jungmo membanting pulpennya,
            “ Argh! Tidak seharusnya aku jatuh cinta padanya. Aku sudah mempunyai seorang istri” katanya kesal. Dia kesal dengan dirinya sendiri yang mulai jatuh cinta pada Constanta padahal ia dan Tiffany belum bercerai. Namun, berada didekat Constanta membuatnya merasa hidup kembali. Perasaan yang sudah lama hilang, bahkan sebelum konfliknya rumah tangganya dimulai.
            Jungmo melirik arlojinya. Hampir pukul 11 siang. Dia pun membereskan bukunya dan menyimpannya di laci di samping tempat tidurnya. Dia memasukkan kembali gitarnya di tempatnya, meraih mantelnya kemudian bergegas keluar rumah. Jungmo memandang kearah rumah Constanta saat ia berada di doknya. Dia pun berpikir untuk menjemput Constanta dan pergi kerumah Tuan Kagawa bersama.
            Jungmo mengarahkan perahu motornya ke bukit tempat rumah Constanta. dia mengangkat alisnya saat mendapati perahu motor Constanta tidak berada didoknya.
            “Mungkin ia sudah pergi duluan” gumamnya kemudian mengubah haluan perahunya menuju kota Semboku. Beberapa warga sudah memenuhi rumah Tuan Kagawa. Ada beberapa bangku2 panjang dan meja panjang. Cuaca cukup cerah siang itu. Jungmo menyapa beberapa orang. Mereka cukup ramah padanya meski ia hanya turis. Bahkan Tuan Kagawa cukup berbaik hati mengundangnya untuk minum sake.
            “ Jungmo-san selamat datang “ Nyonya Kagawa menyambut Jungmo dan mempersilakannya duduk.
            “ Terima kasih “ balas Jungmo sambil tersenyum. Dia duduk agak menjauh dari keramaian warga. Matanya memandang ke sekeliling mencari sosok Constanta, tapi dia tidak mendapati wanita itu dimana pun.
            Waktu semakin berlalu. Sudah hampir satu jam, Jungmo berada dirumah Tuan Kagawa tapi Constanta tak kunjung datang. Wajahnya terlihat cemas.
            “ Jungmo-san, kau sedang menunggu seseorang?” tanya Tuan Kagawa saat ia menghampiri Jungmo yang sedang duduk di pojok tenda. Pria berusia 60  tahunan itu memperhatikan Jungmo sejak tadi.
            “ Hai. Aku sedang menunggu seseorang disini “
            “ Hontouni?! Siapa? Temanmu?”
            “ Iya. Tapi dia tinggal disini. Mungkin Anda mengenalnya”
            “ Sejak lahir aku tinggal disini. Aku pasti mengenalnya. Siapa namanya?”
            “ Constanta “ seketika saat Jungmo menyebutkan nama itu, keriuhan warga yang berada disekitar Jungmo mendadak hening. Mereka menoleh kearah Jungmo dengan tatapan aneh.  Tuan Kagawa pun cukup terkejut saat Jungmo menyebutkan nama Constanta.
            “ Constanta?” Tuan Kagawa mengulangi
            “ Iya. Anda mengenalnya?” Jungmo bersikap agak kikuk lantaran dirinya kini menjadi pusat perhatian karena menyebutkan nama Constanta.
            “ Aku mengenalnya. Begitu pula hampir seluruh warga kota ini. Tapi…” Tuan Kagawa tidak melanjutkan kata-katanya dan malah memandang Jungmo dengan tatapan prihatin.
            “ Tapi apa? “
            “ Dia sudah meninggal 10 tahun yang lalu “
Jungmo sangat terkejut dengan kalimat Tuan Kagawa tadi. Dia hampir menjatuhkan gelas sakenya dari tangannya.
            “ Tidak mungkin. Aku bersama dia beberapa hari ini. Dia tidak mungkin sudah meninggal. Anda pasti salah” wajah Jungmo berubah pucat. Beberapa hari ini, ia bersama Constanta. Mengobrol bersamanya, memancing didanau bersama bahkan tidur dengannya.  “Constanta tidak mungkin sudah meninggal” batin Jungmo
            “ Tapi dia memang sudah meninggal. Aku yang menaburkan abunya didanau Tazawa” Tuan Kagawa tidak terlihat berbohong. Begitu pula dengan seluruh warga kota. Mereka malah memandang Jungmo seakan dirinya hanya sedang berhalusinasi tentang Constanta.
            “ Tidak! Tidak mungkin! Dia nyata! Constanta itu nyata!” Jungmo setengah berteriak. Dirinya masih belum bisa menerima kenyataan kalau Constanta itu hanya halusinasinya.  Wanita terlihat sangat nyata. Jungmo yakin itu. Dia memegang tangan wanita itu, memeluknya, menciumnya,  menyentuhnya semuanya nyata. Dia yakin dengan seluruh akal sehatnya kalau Constanta itu nyata.
            “ Seperti apa Constanta-mu itu?” tanya Tuan Kagawa berusaha bersikap realistis.
            “ Dia tinggal di bukit diseberang danau. Rambutnya hitam tapi dia selalu mengikatnya. Dia sering memakai gaun panjang berwarna putih. Gaun ala Eropa, yah seperti itulah”
            “ Dan dia memang Constanta “ Nyonya Kagawa terlihat sedikit shock saat Jungmo menuturkan ciri-ciri Constanta.
            “ Kalau Anda tidak percaya, mari ikut aku!” usul Jungmo. Jungmo berniat mengajak Tuan Kagawa ke rumah Constanta. “dia pasti percaya bila dia melihat langsung” pikir Jungmo.
            “Baiklah” Tuan Kagawa menyetujui usul Jungmo. Keduanya pun bergegas menuju dok kecil kemudian mengendarai perahu motor milik Jungmo menuju rumah Constanta. Beberapa menit kemudian mereka telah sampai dibukit itu. Jungmo menambatkan perahunya dengan sekedarnya. Pikirannya kini dipenuhi wanita itu.
            Mereka menghampiri rumah Constanta yang terlihat sepi. Tidak ada keberadaan wanita itu dimanapun. Tirai-tirai rumah itu tertutup rapat. Jungmo mengetuk pintu beberapa kali tapi tidak ada jawaban. Dia pun memutar kenop pintu dan ternyata pintunya tidak terkunci.
            Keadaan rumah pun gelap. Jungmo mencoba menyalakan saklar lampu namun nihil. Listrik dirumah itu mati. Tuan Kagawa membuka beberapa tirai agar cahaya matahari masuk menerangi rumah itu.
            Betapa terkejutnya Jungmo dengan keadaan dirumah itu. Semua perabotan ditutupi kain besar. Tidak seperti saat ia tinggalkan tadi pagi. Semakin ia menyusuri ruangan2 dirumah itu, dia seperti masuk kedalam rumah tak berpenghuni. Rumah ini berbeda 180 derajat, padahal baru tadi pagi ia tinggalkan.
            “Tidak mungkin!” Jungmo masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Tuan Kagawa berjalan kearah sebuah lemari yang berada diruang tengah. Dia menyibakkan kain penutupnya sedikit kemudian membuka laci pertama lemari itu. Dia mengeluarkan sebuah bingkai foto lantas memperlihatkan pada Jungmo.
            “Ini Constanta” katanya dengan ekspresi sedih. Jungmo melihat foto dibingkai itu. Foto seorang wanita dengan memakai gaun putih panjang era abad pertengahan Eropa sedang berdiri dengan pose menyamping.
            “ Iya. Constanta-ku juga seperti dia” Jungmo berkata lirih. Senyuman itu, gaun itu, tatanan rambut itu sama persis dengan Constanta saat ia pertama kali bertemu dengannya.
            “ Constanta meninggal 10 tahun lalu. Kami menemukan jenazahnya tenggelam didanau tak jauh dari bukit ini dengan keadaan kakinya terikat disebuah jangkar besar. Kami pikir ia bunuh diri karena beberapa hari sebelum jenazahnya ditemukan, suaminya melaporkan kalau dia hilang” Tuan Kagawa mulai menceritakan tentang Constanta
            “Tapi Constanta tidak mungkin bunuh diri. Aku dan istriku sangat mengenalnya. Beberapa minggu sebelum kejadian itu, kami memergoki suaminya berselingkuh dengan sahabat Constanta sendiri, Rin. Aku ingin mengatakannya pada Constanta, tapi istriku melarangnya. Dia tidak ingin Constanta menjadi sedih karena suaminya berselingkuh. Constanta sangat mencintai suaminya” Tuan Kagawa melanjutkan ceritanya. Jungmo mendengarkan dengan seksama.
            “ Iya. Dia sangat mencintai suaminya” lirih Jungmo. Dia tidak tahu nasib Constanta berakhir tragis seperti itu.
            “ Sampai sekarang aku masih menganggap kalau Constanta tidak bunuh diri. Dia pasti dibunuh. Entah oleh siapa, tapi dugaanku dia dibunuh oleh suaminya sendiri yang tidak bisa menceraikan Constanta dan ingin menikahi Rin. Tapi itu hanya dugaanku. Kasus ini pun ditutup dengan kesimpulan Constanta bunuh diri”
            “ Lalu dimana suaminya sekarang?”
            “ Beberapa bulan setelah kematian Constanta, suaminya meninggalkan rumah ini dan pergi keluar kota bersama Rin. Tapi keduanya mengalami kecelakaan mobil dan meninggal”
            “Constanta pasti tidak memaafkan mereka” kata Jungmo. Tuan Kagawa mengangguk.
            “ Sejak itu sampai sekarang, rumah ini kosong. Beberapa turis yang menyewa pondokmu mengaku melihat cahaya dari rumah ini saat malam. Beberapa dari mereka juga mengaku pernah melihat seorang wanita memakai gaun putih panjang ala Eropa sedang berjalan-jalan disekitar rumah ini saat mereka berkeliling didanau dengan perahu”  kata Tuan Kagawa lagi
            “Tapi aku mengobrol dengannya, berjabat tangan dengannya. Dia terlihat nyata. Aku tidak mungkin berhalusinasi!” Jungmo masih bersikeras. Bila bukan Constanta yang bersamanya, lalu siapa? Tidak mungkin orang lain karena wajah mereka sangat mirip dan sangat mengenal rumah dan bukit ini.
            “Aku tidak tahu. Buktinya dia tidak berada disini kan?!” Tuan Kagawa masih memandangnya dengan tatapan prihatin.
            “Jadi maksudmu aku bertemu dengan arwah gentayangan?” tanya Jungmo. Tuan Kagawa menatap Jungmo lekat-lekat kemudian mengangguk pelan.
***
            Sudah dua hari sejak Tuan Kagawa menceritakan semuanya, Jungmo sama sekali tidak keluar dari pondoknya. Dia hanya duduk sambil memandangi rumah Constanta sambil sesekali memainkan gitarnya dengan asal. Jungmo berharap bisa bertemu dengan wanita itu meski wanita itu mendatanginya dengan melayang diudara seperti hantu. Tapi dihati kecil Jungmo, dia yakin Constanta itu nyata. Dia tahu soal hantu dan semacamnya, dan Constanta yang ia temui benar-benar seperti seorang manusia. Tubuhnya hangat, hingga saat ini pun Jungmo masih bisa merasakan detak jantung wanita itu sama seperti saat mereka tidur berpelukan.
            “ Tidak mungkin. Dia tidak mungkin arwah gentayangan. Dia nyata. Aku yakin itu” gumam Jungmo. Dia pun meletakkan gitarnya lantas meraih ponselnya untuk menelpon Yunho. Dia ingin menceritakan tentang Constanta kepada sahabatnya itu dan berharap mungkin Yunho bisa memberitahunya teori yang cukup logis karena hampir seluruh warga kota menganggapnya sedang berhalusinasi.
            “Nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif. Silahkan mencoba beberapa saat lagi” Yunho tidak bisa dihubungi. Jungmo mencobanya beberapa kali lagi namun jawabannya sama.
            “Kemana dia?” Jungmo menggerutu. Dia berpikir akan menghubungi Jay, tapi mengurungkan niatnya karena Jay pun tidak tahu keberadaannya saat ini. Dia hanya mengatakan tujuannya pada Yunho. Dia bahkan merahasiakan tentang kepergiannya dari istrinya dan keluarganya. Jungmo ingin menyendiri dan menenangkan diri dari masalah yang tengah dihadapinya. Namun, ia malah mengalami hal aneh tentang seorang wanita misterius bernama Constanta.
            Malam pun tiba, Jungmo mengemasi barang2nya dan berniat akan pulang ke Seoul besok pagi. Dia memasukkan beberapa helai pakaian ke kopernya. Dia mengambil sebingkai foto yang tergeletak di kasurnya. Foto Constanta. Dia meminta izin kepada Tuan Kagawa untuk menyimpan foto Constanta. Jungmo duduk dikasurnya sambil memandangi foto itu. Di foto itu, Constanta sedang tersenyum. Cantik sekali.
            Tiba-tiba sebuah cahaya terlihat dari rumah Constanta.  Anehnya kali ini cahaya itu berkedip-kedip seperti sandi Morse. Awalnya Jungmo tidak menyadarinya. Hingga ia yakin kalau cahaya itu membentuk sandi Morse “HELP” berarti tolong. Tanpa pikir panjang, Jungmo pun langsung keluar dari pondoknya dan bergegas menuju doknya. Dia pun mengarahkan perahunya ke rumah Constanta.
            Seperti tertarik oleh kekuatan magis, Jungmo tidak peduli dengan kegelapan dan keheningan dibukit itu. Dia tetap menuju ke rumah Constanta yang kini terang benderang. “Mungkin Constanta butuh pertolongan. Mungkin dia sedang ketakutan sekarang” gumam Jungmo pelan. Dia seperti lupa kalau Constanta sudah meninggal bertahun-tahun sebelum Jungmo datang ke tempat ini. Jungmo mulai kehilangan akal  sehatnya.
            Dia tiba didepan rumah, memutar kenop pintu perlahan. Rumah itu tidak terkunci. Beberapa lampu menyala, padahal tadi siang dia tidak bisa menyalakan satu pun lampu pun. Keadaan rumah sepi, tidak ada tanda-tanda keberadaan Constanta dirumah itu.  Tiba-tiba…
“Bukkkk!!!” sebuah benda keras menghantam kepala Jungmo dari belakang. Jungmo langsung jatuh tersungkur tidak sadarkan diri.
            “Sudah kubilang dia akan datang” kata Tiffany yang muncul dari belakang Yunho. Yunho baru saja memukul kepala Jungmo dengan sebatang balok kayu yang cukup berat. Tiffany masuk ke rumah kemudian mematikan semua lampu. Yunho menyeret tubuh Jungmo keluar rumah. Tiffany membantunya. Keduanya membawa Jungmo hingga ke dok dan meletakkan tubuhnya ke perahu motor milik Constanta.
            Yunho mengikat kaki Jungmo dengan tali yang sangat kuat pada sebuah jangkar sementara Tiffany menyalakan perahu motor dan mengendarainya memutar kearah belakang bukit dan rumah itu.
            “Kau yakin ini akan berhasil?” tanya Yunho. Dia agak kurang yakin dengan rencana dadakan Tiffany ini.
            “ Tentu saja “ Tiffany menjawab yakin. Mereka pun tiba disebuah sudut kecil antara bukit itu dengan sebuah batu besar. Tanpa sepengetahuan mereka, Jungmo sudah sadarkan diri. Dia membuka matanya perlahan. Kepalanya masih sakit akibat hantaman tadi. Tapi ia bisa melihat dengan jelas kalau sahabatnya dan istrinya kini sedang berada didepannya, berusaha membunuhnya.
            “A-apa ya-ng ka-kalian la-lakukan?” Jungmo berusaha bangkit meski kepalanya sakit. Tapi ia tidak berdaya karena kakinya terikat kuat pada sebuah jangkar yang cukup berat. Yunho dan Tiffany tersentak kaget melihat Jungmo sadarkan diri.
            “Seharusnya kau pukul lebih keras” Tiffany terlihat sedikit khawatir
            “Aku sudah memukulnya cukup keras!” kata Yunho. Dia pun buru-buru melemparkan jangkar kedalam danau. Jangkar itu meluncur dengan cepat kedalam danau dan menarik tubuh Jungmo kedalam air. Perahu agak miring ketika tubuh Jungmo mulai tercebur kedalam danau. Jungmo panik, ia berusaha berpegangan pada pinggiran perahu hingga perahu itu kehilangan keseimbangan, tapi Tiffany buru-buru melepaskan pegangan tangan Jungmo.
            “Kenapa kau melakukan ini padaku?” tanya Jungmo. Air matanya menitik dari ujung matanya. Dia tidak percaya, Tiffany-istrinya yang sudah ia nikahi selama dua tahun berkomplot dengan Yunho-sahabatnya sendiri untuk menghabisi nyawanya.
            “Maafkan aku Jungmo. Tapi kau harus mati!” Tiffany mendorong tubuh Jungmo dengan kuat, pegangan Jungmo terlepas, dia pun masuk kedalam air. Jangkar itu menarik tubuhnya dengan cepat kemudian berhenti karena tertambat pada sebuah karang besar. Seluruh tubuhnya sudah berada didalam air, dia berusaha berenang keatas tapi tali itu mengikat kakinya dengan kuat. Jungmo masih bisa mendengar ketika perahu motor Tiffany dan Yunho meninggalkan tempat itu, meninggalkan ia yang mungkin akan mati tenggelam sebentar lagi.
            Tenaga Jungmo makin melemah. Dia hampir kehabisan napas. Dia pun menghentikan usahanya melepaskan diri. Tiba-tiba dia teringat pada Constanta.
            “Jadi seperti inilah yang kau alami?!” batin Jungmo. Dia tidak menyangka akan mengalami nasib seperti Constanta yang dikhianati oleh pasangan hidupnya dan sahabatnya sendiri. Jungmo memejamkan matanya. Dia sudah benar-benar kehabisan napas. Namun, tiba-tiba ia merasakan sebuah gerakan didekatnya, dia membuka matanya perlahan dan..
            “Constanta!” serunya dalam hati saat sosok Constanta kini berada didepannya. Rambutnya yang panjang terurai dengan indah, pantulan cahaya bulan dipermukaan danau sedikit memberi penerangan didalam air. Wanita itu tersenyum kemudian mencium bibir Jungmo berusaha memberikan pernapasan bantuan. Setelah itu, Constanta bergerak kearah kaki Jungmo yang terikat dijangkar kemudian memotong talinya.
            Meski sudah diberi pernapasan bantuan, tapi keadaan Jungmo semakin melemah karena dia sudah berada didalam air cukup lama. Jungmo pun tak sadarkan diri. Constanta berenang ke atas permukaan danau sambil memegangi tubuh Jungmo. Dia terus berenang hingga ke tepi danau tak jauh dari dok rumahnya. Dia menyeret tubuh Jungmo hingga menjauhi permukaan danau.
            “ Sudah kuduga, mereka pasti akan tetap membunuhnya “ katanya lantas memberikan pernapasan bantuan pada Jungmo.
            “ Kumohon bertahanlah” katanya sambil terus memberikan pernapasan bantuan pada Jungmo tapi pria itu tidak kunjung siuman. Detak jantungnya kian melemah.
            “Kumohon bangunlah!” air matanya mulai menetes dari ujung matanya saat Jungmo tidak bereaksi apa-apa. Dengan segenap hatinya, dia tidak ingin Jungmo mati.
            “ Kumohon! Kim Jung Mo bangunlah!” Constanta berseru pelan. Lalu kemudian, ada gerakan pelan dari Jungmo. Pria itu batuk perlahan berusaha mengeluarkan air dari tenggorokannya. Dia mulai membuka matanya, dan tersenyum mendapati sosok Constanta berada disampingnya sekarang.
            “ Syukurlah kau baik-baik saja” ada kelegaan yang luar biasa dari nada suara Constanta saat Jungmo akhirnya sadarkan diri. Dia memeluk Jungmo.
            “ Aku tahu kau nyata. Aku yakin kau nyata” ujar Jungmo sambil memegang wajah Constanta. Kini dia makin yakin kalau Constanta benar-benar nyata. Wanita itu sudah menyelamatkan nyawanya. Tapi Constanta tidak memakai gaun seperti yang biasa ia pakai. Saat ini, dia memakai jaket kulit dan celana jeans serta membiarkan rambutnya terurai hingga pinggang.
            “ Kau akan baik-baik saja mulai sekarang” katanya pelan. Wanita itu mengeluarkan sesuatu dari saku celana jeansnya. Sebuah botol beling kecil berbentuk pipa yang bulat dan panjang. Dia mengocok botol itu beberapa kali kemudian membuka tutupnya lantas mengarahkannya kehidung Jungmo. Saat Jungmo menghirup aroma dari cairan yang berada di botol itu, dia pun kembali tak sadarkan diri.
***
            Jungmo membuka matanya perlahan. Dia memandang kesekeliling. Butuh beberapa menit sampai ia benar-benar yakin kalau dia sudah berada dikamarnya di pondoknya. Sinar matahari pagi yang masuk melalui jendela sedikit menyilaukan matanya. Dia menarik selimutnya dan berusaha melindungi diri dari silaunya sinar matahari.
            “Ah~ kau sudah bangun rupanya” Nyonya Kagawa masuk kedalam kamar sambil membawa sebuah nampan kemudian meletakkannya di meja kecil disebelah tempat tidur Jungmo. Semangkuk mie soba yang hangat, semangkuk nasi dan sepiring salad serta secangkir ocha panas. Aromanya membuat selera makan Jungmo muncul. Dia memang sedang lapar. Nyonya Kagawa membantunya untuk duduk.
            “Arigatogozaimasu” ucap Jungmo sambil tersenyum
            “Bagaimana keadaanmu?” tanya Nyonya Kagawa sambil menyerahkan nampan itu kepada Jungmo lalu duduk disebelahnya.
            “ Baik. Kenapa aku bisa ada disini?” samar-samar Jungmo ingat bahwa semalam dia datang ke rumah Constanta karena cahaya lampu bersandi Morse. Kemudian Yunho menyerangnya. Tiffany juga ada disitu. Mereka berencana membunuh dirinya dengan cara mengikatkan dirinya pada sebuah jangkar dan menenggelamkannya. Beruntung Constanta menyelamatkan dirinya dan membawanya keluar dari danau.
            “ Kami melihat ada asap dari bukit itu. Kami takut terjadi sesuatu yang buruk, makanya kami langsung menuju kesana. Saat sampai disana, kami menemukan kau yang sedang pingsan tak jauh dari perahu motormu yang terbakar” kata Nyonya Kagawa.
            “ Dimana Constanta?” Jungmo menanyakan wanita itu. Nyonya Kagawa kembali memandanginya dengan tatapan aneh.
            “Tidak ada siapa pun disana. Hanya kau” lirihnya. Jungmo tahu Nyonya Kagawa pasti akan berkata seperti itu. Dia pun memilih diam, tak ingin bersikeras dengan apa yang telah dilihatnya tadi malam. Constanta benar-benar nyata dan menolongnya tapi tidak ada yang percaya padanya. Jungmo pun hanya menyimpan kenyataan itu untuk dirinya sendiri.
            “Makanlah dan beristirahat” ujar Nyonya Kagawa kemudian meninggalkan Jungmo sendirian. Jungmo memandang kearah bukit tempat rumah Constanta dari jendela kamarnya. Bukit itu tampak biasa seperti saat ia baru pertama kali datang. Namun, bagi Jungmo bukit itu menyimpan kenangan yang menyenangkan sekaligus menyakitkan. Disana ia bertemu dengan Constanta dan jatuh cinta padanya. Disana pula istrinya dan sahabatnya mencoba membunuhnya entah karena alasan apa. Mungkin alasan yang sama seperti suami dan sahabat Constanta saat mereka menghabisi nyawa wanita itu.
            “ Terima kasih Constanta”

#####

Dua bulan kemudian

Perfektur Akita, Jepang
            Jungmo kembali ke kota Semboku, kembali mengunjungi danau Tazawa. Kali ini dia datang untuk berlibur dan berusaha meredakan kesedihan karena duka yang mendalam setelah kematian Yunho dan Tiffany yang mengenaskan.
            Seminggu setelah percobaan pembunuhan yang mereka lakukan pada Jungmo, keduanya mengalami kecelakaan mobil saat kabur diam-diam ke Busan. Keduanya tewas seketika. Meski mereka pernah berusaha membunuhnya tapi Jungmo tetap merasakan duka yang mendalam. Keduanya pernah menjadi orang2 terpenting dalam hidupnya. Dia sangat menyayangi keduanya. Dan Jungmo cukup shock karena kejadiannya persis seperti yang dialami Constanta.
            Jungmo menempati pondok yang sama. Tempat itu tidak banyak berubah. Jungmo berniat membeli pondok itu agar ia bisa datang kesini sesuka hatinya karena hanya disinilah ia bisa mengenang Constanta dan merasa dekat dengannya.

###

            “Halo” gadis itu mengangkat teleponnya yang berdering saat ia sedang duduk di sebuah batu besar sambil memandang kearah danau Tazawa.
            “Kau sudah sampai?” kata seorang pria yang berada diujung telepon
            “Sudah dari kemarin. Kenapa baru menelponku sekarang?” gadis itu terlihat kesal karena lawan bicaranya telat menanyakan kabarnya.
            “ Sorry sist, I’m on a mission now. Harusnya kau senang karena aku masih menyempatkan waktuku untuk menelponmu”
            “ What? So I have to say wow, huh?!” gadis itu mengerucutkan bibirnya.
            “ Jadi, kau sudah bertemu dengan pria itu?”
            “ Disini? Belum. Mungkin ia tidak akan datang dalam waktu dekat ini” ujar gadis itu sedih. Dia memainkan sebuah ranting pohon dengan tangannya.
            “ Hahaha. Pria itu sungguh hebat! Bisa membuat adikku yang bodoh ini bersedih seperti itu”
            “ Hei!!! Aku tidak bodoh!!!” gadis itu menggerutu karena kakaknya meledeknya. Kakak laki-lakinya itu malah tertawa keras diujung telepon.
            “ Tapi dia memang hebat “ lanjut gadis itu lagi. Wajahnya bersemu merah saat kembali memikirkan pria itu.
            “ Iya dia hebat. Dia bisa membuatmu berpaling dari misi dan memilih untuk menyelamatkan nyawanya ketimbang membunuhnya”
            “ Iya” gadis itu mengiyakan. Kim Jung Mo mungkin bukan pria yang luar biasa. Dia hanya seorang gitaris sebuah band dan anak bungsu dari keluarga yang cukup terpandang dibidang musik. Selain itu dia hanya seorang pria biasa yang memiliki nasib jelek karena istri dan sahabatnya berkomplot untuk membunuhnya demi harta warisan.
            Gadis itu teringat kembali saat Tiffany menceritakan tentang Jungmo yang memiliki temperamen buruk dan sangat kasar. Tiffany bilang Jungmo akan membunuhnya karena ingin menikah dengan wanita lain. Namun, kenyataannya terbalik. Justru Tiffany yang akan membunuh Jungmo demi menikah dengan Yunho.
            “Aku tahu dia tidak jahat makanya aku membatalkan misi itu” kata gadis itu.
            “ Aku percaya padamu. Insting kita tidak pernah salah kan?!”
            “ Iya”
            “ Hey, are you falling in love with him?” gadis itu tersentak dengan pertanyaan kakaknya
            “ Wh-what the hell? No!” gadis itu menjawab dengan agak terbata tapi mukanya memerah. Jelas sekali ia berbohong.
            “ Hahahaha. I know you’re lying sist! Kau tidak bisa membohongiku!”
            “ Kau ini apa-apaan!!! Sudahlah aku tidak mau membahasnya!”
            “Hahaha! It’s okay if that’s true sist~ walaupun kita pembunuh bayaran tapi kita juga manusia yang bisa jatuh cinta kan?!”
            “ Iya sih~ tapi~ “
            “Tapi apa?”
            “Tapi kita tidak mungkin bisa hidup bersama dengan orang yang kita cintai kan?!”
            “Ayah dan Ibu saling mencintai kan?! Mereka bisa hidup bersama”
            “Tapi Ibu tahu soal Ayah”
            “Kalau begitu kau katakan siapa dirimu sebenarnya pada pria itu”
            “Apa? Tidak mungkin! Dia pasti akan meninggalkanku!”
            “Kalau begitu berarti dia tidak mencintaimu. Tinggalkan saja dia dan cari pria lain yang bisa menerimamu dan keluargamu apa adanya”
            “Min Woo oppa! Sudahlah! Tidak usah membahas pria itu” gadis itu mulai sebal bila kakaknya mulai menceramahinya.
            “Oke, oke. Aku harus pergi sekarang. Kau jaga dirimu baik-baik. Hubungi aku bila ada masalah. Bye sist!”
            “Bye” gadis itu pun menutup teleponnya. “ Min Woo oppa selalu sok tahu deh” dia menggerutu pelan. Dia kembali memikirkan Kim Jung Mo, laki-laki yang menjadi target pembunuhannya tapi dia malah menyelamatkan nyawanya. Gadis itu berubah pikiran saat Jungmo berada didekatnya. Pria itu ramah dan hangat. Dia juga teman mengobrol yang menyenangkan. Matanya sangat tulus dan lembut, gadis itu yakin Jungmo tidak mampu bersikap kasar pada wanita. Instingnya tidak pernah salah.
            Dia jatuh cinta pada Jungmo saat pria itu menciumnya pertama kali. Ciuman lembut yang tidak akan pernah dilupakannya. Juga saat-saat dimana mereka bersentuhan hari itu. Hal itu merupakan yang pertama baginya dan Jungmo dengan jujur bilang bahwa ia sudah menikah dan dalam proses bercerai dengan istrinya. Gadis itu sangat bahagia saat melewati hari-hari bersama Jungmo yang singkat meski dengan identitas sebagai Constanta.
            Gadis itu pun bangkit. Dia menepuk-nepuk celana jeansnya yang agak kotor kemudian berjalan menuju rumah. Langkahnya berubah pelan dan hati-hati saat ia mendapati seorang pria sedang memotret pemandangan disekitar rumahnya.
            “Ohayogozaimasu” gadis itu mengejutkan pria itu dari belakang. Pria itu tampak tersentak kaget kemudian menoleh kearahnya,
            “Ohayogozaimas….” Pria itu tidak melanjutkan kata-katanya karena ia sangat terkejut melihat gadis itu. Bahkan ia hampir tersandung oleh ranting yang berada dibelakangnya saking terkejutnya.
            “Apa yang sedang Anda lakukan disini?” gadis itu bertanya dengan ramah.
            “Constanta” gumam pria itu pelan
            “Eh~ maaf?” gadis itu terlihat tidak mengerti dengan ucapan pria tadi.
            “Maafkan aku. Aku hanya sedang memotret pemandangan disini” tutur pria itu
            “Ah~ I see. Pemandangan disini memang indah” gadis itu tersenyum lagi.
            “ Aku Kim Jung Mo. Siapa namamu?” tanya Jungmo yang penasaran karena gadis itu mirip sekali dengan Constanta meski memakai sweater rajut dan celana panjang jeans serta membiarkan rambut hitamnya terurai hingga pinggang.
            “ Aku Oh Ji Min “

[ THE END ]
by @hiki0717
Note : Constanta atau Constance adalah tokoh protagonist di drama musikal The Three Musketeers dan JMin yang memerankan tokoh ini ;)

1 comment:

  1. omg omg omg its amazing! Quite complicated though tapi keren hihihi
    Endingnya juga bagus ㅠwㅠ♡ J-minjungmo yayy!
    pokoknya bagus banget deh, Great job kaaaaaak! ;---)

    ReplyDelete